Thursday, February 5, 2015

Industri Perkebunan Di Kukar (Makalah)



Pembangunan Industri Perkebunan Sebagai Alternatif Ekonomi Selain Tambang
Di Kabupaten Kutai Kartanegara







 





Disusun oleh :

Ahmad Fauzi
BADKO HMI KALTIM - KALTARA







Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti
LATIHAN KADER III (ADVANCE TRAINING)
TINGKAT NASIONAL
BADAN KOORDINASI
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
JAMBI
6 – 11 September 2014





 
KATA PENGANTAR
Puji syukur selayaknya kita haturkan kepada Allah Swt pencipta seluruh alam semesta, yang memberi nikmat dan karunia tiada tara berupa Agama yang haq lagi sempurna, dimana hanya aqal dan hati yang suci mampu menyentuhnya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan atas kekasih-Nya, baginda Rasulullah Saw sang juru selamat pemegang risalah penebar benih – benih kedamaian. Pembangun peradaban berakhlak, berketuhanan, berilmu dan beramal, pembangun masyarakat madani sejati, revolusioner alam semsesta yang dimana semua cahaya tunduk akan keagungannya. Semoga ketelandanannya serta perjuangannya mampu menyentuh ditiap gerak dan langkah juang kita. Tak lupa semoga rahmat dan ridho Allah SWT menyentuh para penerus gerakan Rasulullah yaitu para keluarga dan sahabatnya beserta para ulama yang tetap konsisten menjalankan syariat dari generasi ke generasi demi kecintaan kepada sang khaliq dan dutanya yang ada di alam materi ini.
Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada seluruh kader – kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tenggrong, segenap PMD Korps Alumni HMI (KAHMI) Kutai Kartanegara, para saudara – saudara seperjuangan dalam kelompok diskusi dan kajian (KITA & ALTERNATIF), kepada Pengurus BADKO HMI JAMBI yang dengan kegiatan Advance Trainingnya memacu semangat penyusun untuk membuat makalah ini.
Pada prinsipnya makalah ini adalah sebuah pembanding program yang bisa diterapkan sebagai kritik ilmiah tentang maraknya pertambangan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Tidak hanya itu essensi pembuatan makalah ini bagi penyusun adalah problem solving untuk membangun kemandirian ekonomi berwawasan lingkungan di Indonesia.
Semoga dengan hadirnya wacana ini mampu mengajak kita untuk tetap selalu optimis dalam membangun perubahan dan peradaban bangsa demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.



Penyusun,


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................   i
KATA PENGANTAR .....................................................................................................   ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................   iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1.  LATAR BELAKANG ......................................................................................   1
1.2.  RUMUSAN MASALAH ..................................................................................   3
1.3.  TUJUAN DAN MANFAAT .............................................................................   3

BAB II PEMBAHASAN
2.1.  PERTAMBANGAN .........................................................................................   4
2.1.1 Dampak Pertambangan .............................................................................   4
2.1.2 Dampak Pertambangan Terhadap Lingkungan .........................................   5
2.1.3 Dampak Pertambangan Terhadap Sosial dan Ekonomi ............................   6

2.2.  PERKEBUNAN  ...............................................................................................   7
2.2.1 Perkebunan Sawit......................................................................................   8
2.2.2 Perkebunan Singkong Gajah .....................................................................   11
2.2.3 Perkebunan Kapas .....................................................................................   12

BAB III PENDAHULUAN
3.1    KESIMPULAN .................................................................................................   19
3.2    KRITIK DAN SARAN ....................................................................................   19

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................   20




BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Kabupaten Kutai Kartanegara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur, Ibu yang beribukota di Tenggarong. Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 km² dan luas perairan kurang lebih 4.097 km² yang dibagi dalam 18 wilayah kecamatan dan 225 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk mencapai 626.286 jiwa (hasil sensus penduduk tahun 2010).
Secara  geografis  Kabupaten  Kutai  Kartanegara  merupakan  salah  satu dari  13 kabupaten/kota yang terdapat di  Propinsi  Kalimantan Timur. Terletak antara  115°26'  Bujur Timur sampai  dengan  117°36'  Bujur Timur dan  1°28'  Lintang  Utara sampai dengan  1°08'  Lintang  Selatan.  Kabupaten Kutai  Kartanegara  merupakan  wilayah  yang  berbatasan  dengan  Kabupaten Malinau,  Kutai  Timur  dan  Kota  Bontang  pada  sisi  sebelah  utara.  Pada  sisi sebelah  timur  berbatasan  dengan  Selat  Makasar,  sebelah  selatan  berbatasan dengan  Kota  Balikpapan  dan  juga  Kabupaten  Penajam  Paser  Utara,  dan  sisi sebelah  barat  berbatasan  dengan  Kabupaten  Kutai  Barat.
Kegiatan  pertambangan  di  Kutai  Kartanegara  mencakup  pertambangan migas  dan  non  migas.  Dari  kegiatan  tersebut  minyak  bumi  dan  gas  alam merupakan  hasil  tambang  yang  sangat  besar  pengaruhnya  terhadap perekonomian  Kabupaten  Kutai  Kartanegara khususnya dan  Provinsi  Kalimantan Timur  umumnya  karena  hingga  kini  kedua  hasil  tambang  tersebut  merupakan komoditi  ekspor  utama.  Perkembangan  produksi  batubara  misalnya  pada  tahun 2006  mencapai  467.275,07  metrik  ton  dari  empat  perusahaan  tambang  yang memasukkan data pada dinas pertambangan.
Kutai  Kartanegara  merupakan  salah  satu  Kabupaten  yang  cukup  kaya dengan  sumber daya  alamnya,  potensi  sumber  daya  alam  yang  sudah  dikelola secara  besar  besaran  adalah  potensi  pertambangan  batubara,  banyak  investor yang  terlibat  dibidang  pertambangan  batu  bara  baik  investor  dari  dalam  negeri maupun  dari  luar  negeri,  tentunya  dengan  banyaknya  investor  yang menanamkan  modalnya  di  kabupaten  Kutai  Kartanegara  akan  membawa dampak  positif  dan  dampak  negatif.  Dampak  positifnya  adalah  bahwa kesejahteraan  masyarakat  di  wilayah  pertambangan  secara  umum  terlihat meningkat  karena  efek  domino  dari  keberadaan  perusahaan  telah  mampu mendorong dan menggerakkan sendi-sendi ekonomi masyarakat, Struktur sosial di  masyarakat  juga  mengalami  perubahan  karena  masyarakat  sekitar pertambangan termotivasi  untuk mampu menyesuaian perubahan  struktur social yang  disebabkan  banyaknya  masyarakat  pendatang  yang  menjadi  karyawan  di perusahaan  tambang  batubara  maupun  masyarakat  pendatang  berusaha  di sekitar perusahaan batubara.
Perekonomian Kutai Kartanegara disektor pertambangan dan penggalian mencapai lebih dari 77%. Sektor pertanian dan kehutanan hanya memberikan konstribusi sekitar 11%, sedangkan sisanya disumbangkan dari sektor perdagangan dan hotel, yakni kurang lebih 3%, industri pengolahan sekitar 2,5%, bangunan 3%, keuangan 1% dan sektor lainnya sekitar 2%.
Kebergantungan pada Sumber Daya Alam (SDA) dalam hal ini pertambangan yang terbuka luas mengakibatkan timbulnya berbagai macam aspek permasalahan yang muncul dewasa ini, dimana ketidakmerataannya pertumbuhan ekonomi masyarakat tidak sebanding dengan hasil tambang yang telah di keruk oleh perusahaan – perusahaan asing. Sedangkan harapan melibatkan masyarakat secara umum sangat dibutuhkan guna memberikan pemerataan ekonomi sesuai dengan kemampuan masyarakat setempat.
Dominasi pusat dalam mengintervensi dan mengkapling tanah – tanah yang mempunyai potensi energi yang besar membuat adanya tumpang tindih perizinan yang berefek pada perbedaan data antara daerah dan provinsi serta pusat. Jadi adalah sesuatu yang tidak mengherankan ketika  pertumbuhan ekonomi elit daerah dan pusat lebih melambung tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi kerakyatan secara keseluruhan sehingga rakyat menengah kebawah lagi – lagi menjadi korban atas adanya tumpang tindih lahan dan kita bisa lihat bersama masyarakat setempat terpaksa menjadi kuli ditempat sendiri atau dengan kalimat lain bagaikan tikus mati dilumbung padi.
Adalah paradigm pro status quo tetkala saat ini di daerah – daerah penghasil khususnya kutai kartanegara bertumpu hanya pada sektor pertambangan dan melupakan sektor – sektor lainnya yang mempunyai potensi besarnya guna membangun perekonomian berwawasan lingkungan diantaranya adalah perkebunan dan pertanian.



1.2    RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.        Bagaimankah pembangunan ekonomi selain tambang?
2.        Perlukah merubah frem kepada sektor lain yang bisa melibatkan dan terjangkau sesuai dengan skill masyarakat secara umum?
3.        Mungkinkah perkebunan bisa menjadi solusi Pembangunan Berwawasan Lingkungan?
1.3    TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dan manfaat pembuatan karya ilmiah ini adalah :
1.        Untuk mengetahui efek tambang dan regulasinya
2.        Mendorong program perkebunan dalam hal ini komoditi kapas sebagai alternative ekonomi di Kutai Kartanegara
3.        Sebagai pertimbangan ilmiah untuk kemandirian ekonomi selain tambang
4.        Sebagai syarat mengikuti Latihan Kader III (Advance Training) Badko HMI Jambi







BAB II
PEMBAHASAN
3.1    PERTAMBANGAN
Sebagaimana tertera dalam konstitusi Negara Undang – Undang Negara Republik Indonesia No 4 Tahun 2009 bahwa Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,  eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Sudah tentu jelas bahwa  pertambangan di Indonesia di legalkan dengan persyaratan – persyaratan yang telah di tentukan oleh UU tersebut. Oleh karenanya marilah kita bersama – sama memperhatikan fakta – fakta yang terjadi dalam praktek dilapangan.
3.1.1        Dampak Pertambangan
Dalam  Undang-Undang  Nomor 32  tahun  2009 tentang  Perlindungan  dan Pengelolaan  Lingkungan  Hidup,  dampak  lingkungan  didefinisikan  sebagai  suatu perubahan  lingkungan  hidup  yang  diakibatkan  oleh  suatu  dan  atau  kegiatan. Sementara  itu,  Soemarwoto  (2005)  mendefinisikan  dampak  sebagai  suatu perubahan  yang  terjadi  sebagai  akibat suatu  aktivitas  di  mana aktivitas tersebut dapat  bersifat  alamiah,  baik  kimia,  fisik,  dan  biologi.  Lebih  lanjut  didefinisikan dampak  pembangunan  terhadap  lingkungan  adalah  perbedaan  antara  kondisi lingkungan  sebelum ada pembangunan  dan yang  diperkirakan  akan  ada  setelah ada  pembangunan.  Pembangunan  yang  dimaksud  termasuk  kegiatan penambangan  batubara  yang  dapat menimbulkan  dampak  terhadap  lingkungan secara umum. Dampak Sosial, ekonomi dan Budaya. Dampak Biofisik Kegiatan Pembangunan Tujuan Dampak Biofisik Dampak Sosial, ekonomi dan Budaya Dampak Primer Dampak Sekunder
Dampak  penambangan  batubara  berarti  perubahan  lingkungan  yang disebabkan  oleh  kegiatan  usaha  eksploitasi  batubara  baik  perubahan  sosial, ekonomi,  budaya,  kesehatan  maupun  lingkungan alam.  Dampak penambangan batu  bara  bisa  positif bila  perubahan  yang  ditimbulkannya  menguntungkan  dan negatif,  jika  merugikan,  mencemari,  dan  merusak  lingkungan  hidup.  Dampak yang  diakibatkan  oleh  penambangan  batubara  menjadi  penting  bila  terjadi perubahan  lingkungan  hidup  yang  sangat  mendasar.  Adapun  kriteria  dampak penting,  yaitu  :  (1)  jumlah  manusia  yang  akan  kena  dampak,  (2)  luas  wilayah penyebaran  dampak,  (3)  intensitas  dan  lamanya  dampak  berlangsung,  (4) banyaknya  komponen  lingkungan  yang  terkena  dampak,  (5)  sifat  komulatif dampak, dan (6) berbalik (reversible) atau tidak berbalik (ireversible) dampak.
2.1.2    Dampak Penambangan Batubara terhadap Lingkungan
Konsekuensi  dari  sebuah  pembangunan  akan  dapat  membawa  dampak terhadap  lingkungan  baik  dampak  positif  maupun  negatif.  Semua  manusia berkeinginan  bahwa  adanya  sebuah  kegiatan  (usaha)  atau  pembangunan  akan dapat  meningkatkan  kesejateraan  masyarakat  dan  mengelolah  dampak  negatif dengan  sebaik-baiknya sehingga dapat dieliminir sehingga kehadiran  usaha atau pembangunan tersebut dapat berhasil guna bagi  semua mahluk hidup (manusia, flora dan fauna,  air, tanah dan ekosistem lainnya).
Konsep  dasar  pengelolaan  pertambangan  bahan  galian  berharga  dari lapisan  bumi  hingga  saat ini  tidak  banyak  beruba,  yang  berubah  hanyalah  skala kegiatannya  hal  ini  juga  terjadi  di  Kutai  Kartanegara.  Kondisi  riil  di  lapangan menunjukkan  bahwa  perkembangan  teknologi  mekanisasi  pengelolaan pertambangan  menyebabkan  semakin  luas  dan  semakin  dalam  pencapaian lapisan  bumi  jauh  di  bawah  permukaan  tanah  sehingga  membawa  dampak terhadap pencemaran air permukaan dan air tanah.
Kegiatan  pertambangan  merupakan  kegiatan  usaha  yang  kompleks  dan sangat rum it,  sarat risiko,  merupakan kegiatan  usaha jangka panjang,  melibatkan teknologi  tinggi,  padat  modal,  dan  membutuhkan  aturan  regulasi  yang dikeluarkan oleh  beberapa sektor.  Selain  itu kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah  lingkungan yang  besar sehingga memerlukan  perencanaan total yang matang  sejak  tahap  awal  sampai  pasca  tambang.  Seharusnya  pada  saat membuka  tambang,  sudah  harus  difahami  bagaimana  menutup  tambang  yang menyesuaikan  dengan  tata  guna  lahan  pasca  tambang  sehingga  proses rehabilitasi/reklamasi tambang  bersifat progresif,  sesuai  rencana tata guna lahan pasca tambang. 
Zulkiflimansyah  (2007)  menambahkan  bahwa  terdapat  dampak  negatif lain  selain  lubang  tambang  dan  air  asam  tambang  yang  langsung  timbul  dari kegiatan  pertambangan  seperti  berkurangnya  debit  air  sungai  dan  tanah , pencemaran  air, kerusakan  hutan  hingga  erosi  dan  sedimentasi  tanah,  dimana dampak  ini  masih  menjadi  masalah  yang  belum  terpecahkan  secara  tuntas dalam kegiatan pertambangan di Indonesia.
Studi  yang  dilakukan  oleh  Suhala  et  a/.  (1995)  misalnya,  menjelaskan bahwa  penambangan  batubara  di  Bukit  Asam  (Sumatera  Selatan)  dan  Ombilin (Sumatera  Barat)  selain  berdampak  positif  terhadap  pemenuhan  kebutuhan sumber  energi,  juga  berdampak  negatif  terhadap  lingkungan,  yaitu  terjadinya perubahan  topografi  karena  terbentuknya  lubang-lubang  besar  bekas  galian tambang,  gangguan  hidrologi,  perubahan  aliran  permukaan,  penurunan  mutu udara  dengan  meningkatnya  debu  di  udara,  penurunan  kesuburan  tanah, berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna serta timbulnya masalah sosial di masyarakat sekitar lokasi penambangan.
2.1.3    Dampak Penambangan Batubara terhadap Sosial dan Ekonomi
Serbagai  dampak  potensial  di  sektor  sosial  dan  ekonomi  dapat  terjadi akibat  adanya  penambangan  batubara  di  suatu  wilayah,  baik  dampak  positif maupun  dampak  negatif.  Berbagai  dampak  positif  diantaranya  tersedianya fasilitas  sosial qan fasilitas  umum , kesempatan  kerja karena adanya  penerimaan tenaga kerja, meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat sekitar tambang ,dan adanya  kesempatan  berusaha. Di  samping  itu  dapat pula terjadi  dampak negatif diantaranya  munculnya  berbagai  jenis  penyakit  akibat  menurunnya  kualitas udara ,  meningkatnya  kecelakaan  lalu  lintas,  dan  terjadinya  konflik  sosial  saat pembebasan lahan.
Melihat  pertumbuhan  produksi'  batu  bara  dari  tahun  ke  tahun  yang semakin  besar, maka  diperkirakan  dalam  jangka waktu  10  sampai  20  tahun  ke depan  deposit  batubara  ini  akan  habis  yang  dapat  berdampak  negatif terhadap kondisi  sosial  dan  ekonomi  masyarakat  sekitar  terutama  masyarakat  yang menggantungkan  kehidupannya  pada  kegiatan  pertambangan,  di  mana  mereka akan  kehilangan  mata  pencaharian  sebagai  akibat  dari  berhentinya  beroperasi kegiatan pertambangan.
Sedangkan masyarakat yang berada di garis kemiskinan di kabupaten kutai kartanegara mencapai 6,94 % dengan pendapatan Rp.334.248/bulan. Hal ini menunjukkan bahwa  hadirnya perusahaan tambang bukanlah solusi yang tepat untuk menjadi tumpuan utama pendapatan daerah, perlu adanya alternative lebih lanjut mengenai pembangunan ekonomi yang bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kutai Kartanegara.
3.2    PERKEBUNAN
Menurut Undang – Undang No 18 Tahun 2004 Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta  manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Perkebunan di Kutai Kartanegara mengalami peningkatan yang menjanjikan sebagai salah satu tumpuan dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana grafik peningkatan di tiap tahunnya
Luas Areal & Produksi  Perkebunan di Kab. Kutai Kartanegara 
No
Komoditi Utama
Luas TM (Ha)
Luas Total (Ha)
Produksi (Ton)
1
Karet
6.753
15.415
9.731
2
K. Dalam
8.544
11.708
8.022
3
K. Sawit
72.810
171.041
473.636
4
Kakao
154
382
89
5
Lada
4.462
6.582
6.750
6
Kopi
1.300
1.989
750
7
Cengkeh
9
14
3
8
Pala
 -
-
9
Kemiri 
153
428
240
10
Aren
205
378
138
11
Kapok 
5
9
4
12
Jarak Pagar 
6
7
1
Jumlah 2012
 94.401
 207.953
 499.364

 2011
 91.393,00
 216.452,00
 345.364,00

 2010
 47.340,00
 157.426,00
 308.336,00

 2009
 43.938,00
 152.770,50
 272.498,50

 2008
 46.730,50
 130.676,50
 278.573,00

 2007
 46.764,50
 109.677,50
 277.811,50

 2006
 44.351,00
 87.285,50
 272.748,50

 2005
 43.267,00
 82.537,50
 109.677,50

 2004
 31.296,00
 66.843,00
 109.677,50

 2003
 32.098,00
 65.631,50
 109.677,50

 2002
 32.089,50
 65.509,00
 109.677,50

 2001
 26.682,00
 58.906,50
 109.677,50

 2000
 26.618,00
 59.724,50
 109.677,50
Ket : TM = Tanaman Menghasilkan
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2013)
Hal ini menunjukkan perlu adanya konsentrasi yang berlebih untuk mendorong pembangunan ekonomi berbasis perkebunan di kabupaten kutai kartanegara. Namun kita juga harus meninjau lebih lanjut serta membuat system yang tepat agar dari segi lingkungan, social, budaya dan ekonomi bisa tepat dengan sasaran yang dituju yaitu kesejahteraan masyarakat secara umum.
Sejauh ini masyarakat yang merasakan efek langsung dari pembangunan yang berbasis lingkungan seperti pertambangan dan perkebunan sawit hanya sebagian kecil kelompok yang mempumyai keterampilan dan Sumber Daya Manusia (SDM) dibidang tersebut sehingga peran masyarakat kecil tidak tercover secara merata.
3.2.1    Perkebunan  Sawit
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit di kutai kartanegara mencapai 171.041 Ha dengan produksi 473.636 Ton/Tahun.
Target Produksi dan Penghasilan :
Dalam keadaan normal dan dengan dilaksanakannya pemeliharaan yang baik pada tahun kedua tanaman kelapa sawit telah menunjukkan pembungaan, walaupun buah yang terbentuk belum dapat diolah karena ukurannya masih terlalu kecil. Buah kelapa sawit baru dapat dipanen memasuki umur 30 Bulan atau tandan buah telah mencapai berat 3 Kg atau lebih.
I. Pada umur 5 – 7 tahun, berat rata-rata dalam satu tandan bisa mencapai 10 Kg. dalam 1 pohon sekali panen 2 tandan = 10 Kg X 2 Tandan = 20 Kg, sedangkan 1 pohon dalam 1 bulan 3 kali panen.
Jadi kesimpulannya : dalam 1 pohon bisa menghasilkan 10 Kg X 3 Kali panen = 60 Kg X 123 Pohon/Ha = 7380 Kg/ Ha.
Sedangkan harga kelapa sawit / Kg rata-rata, yaitu kurang lebih Rp 2.000,-
Maka penghasilan / Ha bisa mencapai 7380 Kg X Rp 2.000,-= Rp 14.760.000,-/bulan
Bilamana masyarakat  / petani memiliki lahan 1 Ha, maka bisa menghasilkan 20% dari Rp.14.760.000,- yaitu 20% X Rp.14.760.000,- = Rp.2.952.000,-
Maka tiap petani yang memiliki lahan 1 Ha bisa berpenghasilan kurang lebih Rp.2.952.000,-/bulan
II. Pada umur  7 - 9 tahun. Berat rata-rata dalam satu tandan bisa mencapai 15 Kg. dalam 1 pohon sekali panen 2 tandan = 15 Kg X 2 Tandan = 30 Kg, sedangkan 1 pohon dalam 1 bulan 3 kali panen.
Jadi kesimpulannya : dalam 1 pohon bisa menghasilkan 30 Kg X 3 kali panen = 90 Kg X 123 pohon/Ha = 11.070 Kg/Ha.
Sedangkan harga kelapa sawit/Kg rata-rata yaitu kurang lebih Rp 2.000,-
Maka penghasilan / Ha bisa mencapai 11.070 Kg X Rp 2.000,- = Rp 22.140.000,- /bulan
Bilamana masyarakat  / petani memiliki lahan 1 Ha, maka bisa menghasilkan 20% dari Rp.22.140.000,- yaitu 20% X Rp.22.140.000,- = Rp.4.428.000,-
Maka tiap petani yang memiliki lahan 1 Ha bisa berpenghasilan kurang lebih Rp.4.428.000,-/bulan
III. Pada umur  9 - 11 tahun. Berat rata-rata dalam satu tandan bisa mencapai 20 Kg. dalam 1 pohon sekali panen 2 tandan = 20 Kg X 2 Tandan = 40 Kg, sedangkan 1 pohon dalam 1 bulan 3 kali panen.
Jadi kesimpulannya : dalam 1 pohon bisa menghasilkan 40 Kg X 3 kali panen = 120 Kg X 123 pohon/Ha = 14.760 Kg/Ha.
Sedangkan harga kelapa sawit/Kg rata-rata yaitu kurang lebih Rp 2.000,-
Maka penghasilan / Ha bisa mencapai 14.760 Kg X Rp 2.000,- = Rp 29.520.000,- /bulan
Bilamana masyarakat  / petani memiliki lahan 1 Ha, maka bisa menghasilkan 20% dari Rp.29.520.000,- yaitu 20% X Rp.29.520.000,- = Rp.5.904.000,-
Maka tiap petani yang memiliki lahan 1 Ha bisa berpenghasilan kurang lebih Rp.5.904.000,-/bulan
Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa pendapatan maksimal jika luas lahan perkebunan sawit di kutai kartanegara seluas 171.041 Ha, maka bisa menghasilkan yaitu :
Rp.5.904.000 X 171.041 = Rp. 1.009.826.064.000 /bulan X 12 (1 Tahun) =  Rp   12,117,912,768,000

Tinjauan Kritis :
1.    Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi. Hilangnya keaneka ragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama dan penyakit.
2.    Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu.
3.    Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter (hasil peneliti lingkungan dari Universitas Riau) T. Ariful Amri MSc Pekanbaru/ Riau Online). Di samping itu pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh berbagai macam zat fertilizer sejenis pestisida dan bahan kimia lainnya.
4.    Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi.
5.    Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama. Hal ini semakin merajalela karena sangat terbatasnya lembaga (ornop) kemanusiaan yang melakukan kegiatan tanggap darurat kebakaran hutan dan penanganan Limbah.
6.    Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa sawit. sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit.
7.    Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor

Itulah beberapa gambaran tentang perkebunan kelapa sawit yang selama ini beroperasi dikutai kartanegara sesuai  dengan dampak positif dan negatifnya.

2.2.2    Perkebunan Singkong Gajah
Singkong Gajah (Elephant Casava) yang ditemukan oleh Professor  Ristono di Samarinda kini bersaing di pentas international dalam ajang Lee Kuan Yew Global Business Plan Competition yang diadakan oleh Singapore Management University. Kompetisi ini sendiri bertujuan mencari ide-ide baru yang dapat menggugah dunia. Dan tidak tanggung - tanggung, saat ini dalam kompetisi, ide Singkong Gajah juara III. Dan perlu diketahui, untuk masuk tahap semifinal ini grup Singkong Gajah harus menyisihkan ratusan ide-ide bisnis lainnya yang berasal dari 75 institusi dan universitas di seluruh dunia.
Singkong Gajah adalah tanaman multyfungsi yang mampu mencapai break event point (titik impas) dalam jangka waktu sangat singkat. Perusahaan yang dibentuk juga akan berdasarkan konsep social corporation dan eco friendly business dimana realisasinya akan memberdayakan petani tradisional dan masyarakat desa dalam memproses Singkong Gajah menjadi produk - produk seperti tepung mocaf, biobriket, flavonoid, dan baglogs tanpa menyisakan limbah sama sekali.
Bayangkan dari 1 hektar lahan singkong  gajah, dapat dihasilkan sekitar 100 ton Singkong Gajah. Sangat jauh dari singkong tradisional yang hanya 5 - 10 ton perhektarnya. Memang selama ini, produksi singkong dapat ditingkatkan dengan bahan kimia namun sama saja akan menambah permasalahan dunia yang baru. Singkong Gajah ini  dapat menjawab sedikitnya 4 masalah terbesar yang di hadapi dunia saat ini. Mulai dari masalah pangan, energi dan kesehatan.
Menanam singkong gajah sebenarnya sangat menguntungkan. Asalkan pemasarannya lancar. Diasumsikan hasilnya rata-rata 10 kg/batang dan harga rp 1000/kg. Di pasar-pasar kota Samarinda harga rp 2000/kg. Hasil pemasukan disini termasuk penjualan bibit singkong gajah yang dipotong-potong sepanjang 20 cm. Disini diasumsikan lahan milik sendiri dan dikerjakan sendiri oleh petani.
 







Dalam program Pemda Kabupaten Kutai Kartanegara mempersiapkan perkebunan tanaman singkong gajah seluas 3000 ha. jika dikonversikan dalam jangka waktu 1 tahun penghasilan singkong Gajah adalah 3000 x 20.125.000 x 12 =  Rp 724.500.000.000/Tahun.   
2.2.3    Kapas
Kapas (dari bahasa Hindi kapas, sendirinya dari bahasa Sanskerta karpasa) adalah serat halus yang menyelubungi biji beberapa jenis Gossypium (biasa disebut "pohon"/tanaman kapas), tumbuhan 'semak' yang berasal dari daerah tropika dan subtropika. Serat kapas menjadi bahan penting dalam industri tekstil. Serat itu dapat dipintal menjadi benang dan ditenun menjadi kain. Produk tekstil dari serat kapas biasa disebut sebagai katun (benang maupun kainnya).
Serat kapas merupakan produk yang berharga karena hanya sekitar 10% dari berat kotor (bruto) produk hilang dalam pemrosesan. Apabila lemak, protein, malam (lilin), dan lain-lain residu disingkirkan, sisanya adalah polimer selulosa murni dan alami. Selulosa ini tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan kapas kekuatan, daya tahan (durabilitas), dan daya serap yang unik namun disukai orang. Tekstil yang terbuat dari kapas (katun) bersifat menghangatkan di kala dingin dan menyejukkan di kala panas (menyerap keringat).
Beberapa manfaat kapas antara lain ;
1.     Kapas dipintal menjadi benang yang digunakan dalam produk pakaian banyak seperti pakaian, kaus kaki, dan T-shirt. Seprai biasanya terbuat dari katun karena merasa lembut. Benang kapas juga digunakan untuk merajut dan merenda.
2.    Kapas yang digunakan untuk membuat bahan penyerap dikenal sebagai terrycloth. Ini digunakan untuk membuat handuk, dan jubah. Kapas juga digunakan untuk membuat denim untuk jeans dan banyak bahan pakaian lainnya. Kadang-kadang dicampur dengan bahan lain untuk meningkatkan kualitasnya.
3.    Kapas juga digunakan untuk membuat jaring ikan, tenda dan kertas kapas. Kertas kapas digunakan untuk membuat uang kertas dan kertas berkualitas seni tinggi.
4.    Kapas juga digunakan dalam kopi, mesiu filter dan penjilidan buku.
5.    Benih tanaman kapas juga memiliki beberapa kegunaan penting. Pertama, dapat digunakan untuk memproduksi minyak biji kapas, yang merupakan minyak nabati yang populer untuk memasak. Sisa-sisa dapat digunakan sebagai pakan ternak dan hewan lainnya.
6.    Setelah kapas akan dihapus dari biji ada beberapa serat halus meninggalkan melekat pada biji. Ini disebut Linter dan ketika diproses dikenal sebagai kapas penyerap atau kapas. Produk ini digunakan untuk tujuan medis dan kosmetik banyak.
Perkebunan kapaspun menjadi hal yang menjanjikan untuk alternative ekonomi dikutai kartanegara dimana kebutuhan Kapas Indonesia 99,5 % di impor dari luar negeri. Produksi dalam negeri hanya mampu memasok sebesar 0,5 % saja. Indonesia mengimpor serat kapas dari luar negeri sebesar 600.000 s/d 700.000 ton pertahun. Melihat kondisi ini maka mendorong program perkebunan kapas sangat berpeluang besar untuk bisa mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Analisis Ekonomi (Pendapatan) Perkebunan Kapas :
1.    Perhektar tanaman kapas dengan bibit unggul dari Cina dapat menghasilkan 4 ton (4000 kg) serat kapas
2.    Harga serat kapas 1 kg adalah antara Rp. 2.500,- s/d 4.000,- sekali panen
3.     Dalam 30 hari/1 bulan, kapas dapat dipanen sampai 3 kali = 12.000 Kg serat kapas/Bulan
4.     Dengan harga terendah Rp. 2.500,- /kg, maka didapat hasil perhektar/bulan adalah Rp. 2.500,- x 12.000 kg = Rp. 30.000.000,-
5.     Jika Desa/Kelurahan memiliki 100 Hektar maka hasil yang didapat Perbulan adalah 100 Hektar x Rp. 30.000.000,- = Rp. 3.000.000.000,- (Tiga Milyar Rupiah) dan jika dihitung 1 tahun (12 Bulan) maka hasil yang didapat adalah Rp. 3.000.000.000,- x 12 bulan = Rp. 36.000.000.000,- (Tiga Puluh Enam Milyar Rupiah)/ Tahun
6.    Jika ORMAS memiliki 20 Hektar Perkebunan Kapas maka hasil yang didapat perbulan adalah Rp. Rp. 30.000.000,- x 20 Hektar = Rp. 600.000.000,-/bulan dan pertahun pendapatan ORMAS adalah Rp. 600.000.000,- x 12 = Rp. 7.200.000.000,- (Tujuh Milyar Dua Ratus Juta Rupiah)/tahun
7.     Dan jika OKP/Yayasan memiliki 10 Hektar Perkebunan Kapas maka setiap bulan memiliki penghasilan Rp. 30.000.000,- x 10 Hektar = Rp. 300.000.000,-/bulan dan bila dihitung setahun maka OKP/Yayasan akan mendapat penghasilan dari Kebun Kapas adalah Rp. 300.000.000,- x 12 bulan = Rp. 3.600.000.000,- (Tiga Milyar Enam Ratus Juta Rupiah).
8.    Bila program ini didorong dengan kualitas yang hasil serat kapas sampai berharga Rp. 4.000,-/kilogram maka penghasilan sebagai berikut : Desa/Keluranan : Harga Rp. 4000,- x 12.000 kg panen perbulan adalah Rp. 48.000.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 100 Hektar Pertahun adalah = Rp. 48.000.000,-/Hektar x 100 Hektar x 12 Bulan = Rp. 57.600.000.000,- (Lima puluh Tujuh Milyar Enam Ratus Juta Rupiah)/ tahun ORMAS : Harga Rp. 4000,- x 12.000 kg panen perbulan adalah Rp. 48.000.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 20 Hektar Pertahun adalah = Rp. 48.000.000,-/Hektar x 20 Hektar x 12 Bulan = Rp. 11.520.000.000,- (Sebelas Milyar Lima Ratus Dua Puluh Juta Rupiah)/ tahun
OKP/Yayasan : Harga Rp. 4000,- x 12.000 kg panen perbulan adalah Rp. 48.000.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 10 Hektar Pertahun adalah = Rp. 48.000.000,-/Hektar x 10 Hektar x 12 Bulan = Rp. 5.760.000.000,- (Lima Milyar Tujuh Ratus Enam Puluh Juta Rupiah)/ tahun
9.    Jika saja hasil dihitung dari kemungkinan terendah mengikuti keadaan perkebunan kapas local yang ada di Indonesia umumnya maka hasilnya adalah sebagai berikut : Desa/Keluranan : Harga Rp. 2.500,- x 7.500 kg panen perbulan adalah Rp. 18.750.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 100 Hektar Pertahun adalah = Rp. 18.750.000,-/Hektar x 100 Hektar x 12 Bulan = Rp. 22.500.000.000,- (Dua Puluh Dua Milyar Lima Ratus Juta Rupiah)/ tahun ORMAS : Harga Rp. 2.500,- x 7.500 kg panen perbulan adalah Rp. Rp. 18.750.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 20 Hektar Pertahun adalah = Rp. Rp. 18.750.000,-/Hektar x 20 Hektar x 12 Bulan = Rp. 4.500.000.000,- (Empar Milyar Lima Ratus Juta Rupiah)/ tahun
OKP/Yayasan : Harga Rp. 2.500,- x 7.500 kg panen perbulan adalah Rp. 18.750.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 10 Hektar Pertahun adalah = Rp. 18.750.000,- /Hektar x 10 Hektar x 12 Bulan = Rp. 2.250.000.000,- (Dua Milyar Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah)/ tahun
Pola Pengaturan Program Perkebunan Kapas :
1.        Harus dibentuk Lembaga yang menangani langsung Program Perkebunan Kapas milik Desa/Kelurahan, ORMAS dan OKP/Yayasan yang berasal dari Tenaga Ahli, tenaga Teknis Pemerintahan, Perwakilan Desa/Kelurahan, Perwakilan ORMAS dan Perwakilan OKP/Yayasan
2.        Tugas lembaga Pengelola Program Perkebunan adalah mengelola dana perkebunan yang meliputi kerja Legalilatas Lahan, Pembukaan Lahan, Penanaman, Perawatan, Panen, dan Penjualan Hasil Perkebunan
3.        Setiap Desa/Kelurahan/ORMAS/OKP/Yayasan harus memiliki rekening khusus yang digunakan untuk menerima pembayaran hasil penjualan Perkebunan Kapas
4.        Pembayaran pihak pembeli tidak dalam bentuk uang cast tetapi harus melalui transfer ke rekening milik Desa/Kelurahan/ORMAS/OKP/Yayasan
5.        Dana hasil Perkebunan Kapas yang ada dalam rekening masing-masing Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP dan Yayasan hanya dapat dicairkan sesuai dengan Kebutuhan Pembiayaan Program yang telah ditentukan oleh masing-masing Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP atau Yayasan
6.        Program Desa/Kelurahan yang dibiayai oleh Dana Hasil Perkebunan Kapas dibuat bersama antara Kepala Desa/Lurah dan Badan Perwakilan Desa setelah menyerap aspirasi secara luas dari masyarakat Desa/Kelurahan
7.        Program Desa/Kelurahan dapat dibiayai dari Dana Hasil Perkebunan Kapas setelah disahkan oleh Camat
8.        Pencairan Dana Hasil Perkebunan untuk pembiayaan Program Desa/Kelurahan dalam pengajuannya kepada Pihak Bank harus dilampiri sekurang-kurangnya :
1)      Draf Program dan Biaya Kegiatan Desa/Kelurahan yang telah ditandatangani oleh Kepala Desa, Anggota Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Camat
2)      Berita Acara Rapat Program Kerja Desa/Kelurahan
3)      Daftar Hadir Rapat Program Kerja Desa/Kelurahan
4)      Notulensi Rapat Program Kerja Desa/Kelurahan
9.        Program ORMAS yang dibiayai oleh Dana Hasil Perkebunan Kapas dibuat bersama antara Pengurus Kabupaten, Perwakilan Pengurus Tingkat Kecamatan dan Pengurus Perwakilan Tingkat Desa setelah menyerap aspirasi secara luas dari anggota
10.    Pencairan Dana Hasil Perkebunan untuk pembiayaan Program ORMAS dalam pengajuannya kepada Pihak Bank harus dilampiri sekurang-kurangnya :
1)      Draf Program ORMAS ditandatangani oleh Ketua dan Sekretrais dan Biaya Kegiatan ditanda tangani oleh Bendahara
2)      Berita Acara Rapat Program Kerja ORMAS
3)      Daftar Hadir Rapat Program Kerja ORMAS
4)      Notulensi Rapat Program Kerja ORMAS
Alternatif Sumber Dana Pelaksanaan Program Perkebunan Kapas :
Dalam pelaksanaan program Perkebunan Kapas milik Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP dan Yayasan yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara sangat ditentukan jumlah lahan yang akan digarap. Jika jumlah sebanyak 228 Desa/Kelurahan ditambah ORMAS dan OKP/Yayasan dihimpun maka lahan Perkebunan Kapas yang dibutuhkan dalam rentang jarak diperkiraan seluas 30 x 10 Kilometer persegi. Kalau dikonversikan dalam hitungan hektar, maka lahan yang dibutuhkan adalah seluas ± 30.000 Hektar. Sebagaimana data umumnya biaya total pengolahan perkebunan di Indonesia perhektar rata-rata menghabiskan dana Rp. 23.000.000,- (Dua Puluh Tiga Juta Rupiah) sampai panen, maka perkebunan kapas pun relative akan memerlukan dana sebesar itu. Hal yang cukup menguntungkan bahwa usia produksi awal kapas cukup cepat. Rata-rata kapas sudah mulai produksi diusia tanaman 3 s/d 4 bulan. Hanya saja hasilnya belum bisa diharapkan maksimal sampai dengan usia 1 tahun. Tetapi dalam jangka waktu produksi sebelum 1 tahun masih bisa dinikmati hasilnya untuk menutupi biaya lain sekurang-kurangnya seperti biaya pupuk dan pestisida tanaman. Dengan biaya sebesar Rp. 23.000.000,-/ hektar dan lahan yang harus dibiayai seluas 30.000 hektar maka diperlukan dana untuk menjalankan program perkebunan kapas adalah sebesar Rp. 690.000.000.000,- (Enam Ratus Sembilan Puluh Milyar Rupiah) Jika kita bandingkan antara pendapatan baik yang terbesar ataupun yang terendah, maka dengan biaya sebesar itu harusnya tidak perlu ada keraguan untuk menginvestasikan dana bagi masyarakat kita, apalagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara terakhir sebesar Rp. 9,2 Trilyun, maka tidak mustahil program perkebunan ini dapat dilaksanakan.
Adapun tahapan – tahapan dalam mendorong program tersebut adalah :
1.    Mendorong semaksimal mungkin melalui APBD Kabupaten Kutai Kartanegara dengan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan
2.    Mendorong semaksimal mungkin agar ada kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara melalui Badan Pertanahan untuk dapat menerbitkan sertifikat tanah lahan perkebunan yang akan digunakan sebagai :
a.    Sertifikat tanah dengan kelas produktif dapat dijadikan sebagai jaminan untuk pinjaman pembiayaan perkebunan kepada pihak perbankan, tentu melalui kebijakan dan pendekatan Pemerintah Daerah kepada pihak perbankan
b.    Pembiayaan program dari investor dengan system bagi hasil 70% untuk investor sebagai pemodal dan pengelola, dan 30% untuk Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP, Yayasan sebagai pemilik lahan
3.    Membentuk Lembaga yang memiliki otoritas menghimpun dana dari berbagai investor melalui saham yang himpunan dananya akan digunakan untuk membiayai program. Kepemilikan tanah oleh Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP dan Yayasan akan dikonversi dengan nilai saham yang dipegang oleh pihak Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP dan Yayasan. Jika mengukur besarnya pendapatan yang akan diperoleh Desa/Kelurahan/ORMAS/OKP/Yayasan maka akan sangat persepktif bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara mampu membiayai langsung program ini.




BAB III
PENUTUP
3.1    KESIMPULAN
Makalah ini dibuat bukan untuk memberikan black Campaign perusahan – perusahaan tambang yang ada di Indonesia karena mau tidak mau dan suka tidak suka, pertambangan adalah hal yang legal menurut konstitusi Negara. Namun yang diharapkan adalah adanya trobosan baru dalam proses pembangunan yang mengena kepada masyarakat secara langsung, baik itu petani, Nelayan, pedagang, wirausaha pegawai negeri dan lain – lain.
Sudah barang tentu untuk membangun perekonomian yang menyeluruh haruslah dengan menggunakan penjualan yang bersifat massal dengan menggandeng perusahaan – perusahaan besar tanpa mengurangi hak – hak rakyat kecil dalam hal ini petani. karena kelemahan petani dan kita semua saat ini adalah mampu menghasilkan tapi susah untuk menjualnya dan kadang ini yang dimanfaatkan oleh tengkulak secara otomatis petani mengalami kerugian.
Pembuatan system yang tepat dalam menjalankan program perkebunan ini adalah hal yang terpenting untuk saling menjaga dan mematuhi koridor yang telah di sepakati agar menjauhkan dari tindak korupsi dan lain sebagainya.
3.2    KRITIK DAN SARAN
Perlu adanya revisi dan tinjauan lebih mendalam mengenai penelitian dan pandangan lainnya yang ada di dalam makalah ini, berhubung pembuatan makalah ini hanya dilakukan dalam kurun waktu 4 hari. Penyusun menyadari bahwa makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan dengan itu sangat dibutuhkan masukan dan saran agar bisa menyempurnakan tulisan ini.