Pembangunan Industri Perkebunan Sebagai Alternatif
Ekonomi Selain Tambang
Di Kabupaten Kutai Kartanegara
Disusun oleh :
Ahmad Fauzi
BADKO HMI KALTIM - KALTARA
Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti
LATIHAN KADER III (ADVANCE TRAINING)
TINGKAT NASIONAL
BADAN KOORDINASI
HIMPUNAN
MAHASISWA ISLAM
JAMBI
6 – 11 September 2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur selayaknya kita haturkan kepada Allah Swt pencipta seluruh alam semesta,
yang memberi nikmat dan karunia tiada tara berupa Agama yang haq lagi sempurna,
dimana hanya aqal dan hati yang suci mampu menyentuhnya. Shalawat serta salam
semoga tercurahkan atas kekasih-Nya, baginda Rasulullah Saw sang juru selamat
pemegang risalah penebar benih – benih kedamaian. Pembangun peradaban
berakhlak, berketuhanan, berilmu dan beramal, pembangun masyarakat madani
sejati, revolusioner alam semsesta yang dimana semua cahaya tunduk akan
keagungannya. Semoga ketelandanannya serta perjuangannya mampu menyentuh ditiap
gerak dan langkah juang kita. Tak lupa semoga rahmat dan ridho Allah SWT
menyentuh para penerus gerakan Rasulullah yaitu para keluarga dan sahabatnya
beserta para ulama yang tetap konsisten menjalankan syariat dari generasi ke
generasi demi kecintaan kepada sang khaliq dan dutanya yang ada di alam materi
ini.
Ucapan
terimakasih saya ucapkan kepada seluruh kader – kader Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) Cabang Tenggrong, segenap PMD Korps Alumni HMI (KAHMI) Kutai Kartanegara,
para saudara – saudara seperjuangan dalam kelompok diskusi dan kajian (KITA
& ALTERNATIF), kepada Pengurus BADKO HMI JAMBI yang dengan kegiatan Advance
Trainingnya memacu semangat penyusun untuk membuat makalah ini.
Pada
prinsipnya makalah ini adalah sebuah pembanding program yang bisa diterapkan
sebagai kritik ilmiah tentang maraknya pertambangan di Kabupaten Kutai
Kartanegara. Tidak hanya itu essensi pembuatan makalah ini bagi penyusun adalah
problem solving untuk membangun kemandirian ekonomi berwawasan lingkungan di
Indonesia.
Semoga
dengan hadirnya wacana ini mampu mengajak kita untuk tetap selalu optimis dalam
membangun perubahan dan peradaban bangsa demi terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT.
Penyusun,
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ........................................................................................................ i
KATA
PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI
.................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. LATAR
BELAKANG ...................................................................................... 1
1.2. RUMUSAN
MASALAH .................................................................................. 3
1.3. TUJUAN
DAN MANFAAT ............................................................................. 3
BAB
II PEMBAHASAN
2.1. PERTAMBANGAN
......................................................................................... 4
2.1.1
Dampak Pertambangan ............................................................................. 4
2.1.2
Dampak Pertambangan Terhadap Lingkungan ......................................... 5
2.1.3
Dampak Pertambangan Terhadap Sosial dan Ekonomi ............................ 6
2.2. PERKEBUNAN
............................................................................................... 7
2.2.1
Perkebunan Sawit...................................................................................... 8
2.2.2
Perkebunan Singkong Gajah ..................................................................... 11
2.2.3
Perkebunan Kapas ..................................................................................... 12
BAB
III PENDAHULUAN
3.1 KESIMPULAN
................................................................................................. 19
3.2 KRITIK
DAN SARAN .................................................................................... 19
DAFTAR
PUSTAKA ...................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kabupaten Kutai
Kartanegara adalah salah satu kabupaten
di Provinsi Kalimantan Timur, Ibu yang beribukota
di Tenggarong. Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 km² dan luas
perairan kurang lebih 4.097 km² yang dibagi dalam 18 wilayah kecamatan
dan 225 desa/kelurahan
dengan jumlah penduduk mencapai 626.286 jiwa (hasil sensus penduduk tahun
2010).
Secara geografis Kabupaten
Kutai Kartanegara merupakan
salah satu dari 13 kabupaten/kota yang terdapat di Propinsi
Kalimantan Timur. Terletak antara
115°26' Bujur Timur sampai dengan
117°36' Bujur Timur dan 1°28'
Lintang Utara sampai dengan 1°08'
Lintang Selatan. Kabupaten Kutai Kartanegara
merupakan wilayah yang
berbatasan dengan Kabupaten Malinau, Kutai
Timur dan Kota
Bontang pada sisi
sebelah utara. Pada sisi sebelah
timur berbatasan dengan
Selat Makasar, sebelah
selatan berbatasan dengan Kota
Balikpapan dan juga
Kabupaten Penajam Paser
Utara, dan sisi sebelah
barat berbatasan dengan
Kabupaten Kutai Barat.
Kegiatan
pertambangan di Kutai
Kartanegara mencakup pertambangan migas dan
non migas. Dari
kegiatan tersebut minyak
bumi dan gas
alam merupakan hasil tambang
yang sangat besar
pengaruhnya terhadap
perekonomian Kabupaten Kutai
Kartanegara khususnya dan
Provinsi Kalimantan Timur umumnya
karena hingga kini
kedua hasil tambang
tersebut merupakan komoditi ekspor
utama. Perkembangan produksi
batubara misalnya pada
tahun 2006 mencapai 467.275,07
metrik ton dari empat perusahaan
tambang yang memasukkan data pada
dinas pertambangan.
Kutai Kartanegara merupakan
salah satu Kabupaten
yang cukup kaya dengan
sumber daya alamnya, potensi
sumber daya alam
yang sudah dikelola secara besar
besaran adalah potensi
pertambangan batubara, banyak
investor yang terlibat dibidang
pertambangan batu bara
baik investor dari
dalam negeri maupun dari
luar negeri, tentunya
dengan banyaknya investor
yang menanamkan modalnya di
kabupaten Kutai Kartanegara
akan membawa dampak positif
dan dampak negatif.
Dampak positifnya adalah
bahwa kesejahteraan
masyarakat di wilayah
pertambangan secara umum
terlihat meningkat karena efek
domino dari keberadaan
perusahaan telah mampu mendorong dan menggerakkan sendi-sendi
ekonomi masyarakat, Struktur sosial di
masyarakat juga mengalami
perubahan karena masyarakat
sekitar pertambangan termotivasi
untuk mampu menyesuaian perubahan
struktur social yang
disebabkan banyaknya masyarakat
pendatang yang menjadi
karyawan di perusahaan tambang
batubara maupun masyarakat
pendatang berusaha di sekitar perusahaan batubara.
Perekonomian Kutai Kartanegara disektor pertambangan dan
penggalian mencapai lebih dari 77%. Sektor pertanian dan kehutanan hanya
memberikan konstribusi sekitar 11%, sedangkan sisanya disumbangkan dari sektor
perdagangan dan hotel, yakni kurang lebih 3%, industri pengolahan sekitar 2,5%,
bangunan 3%, keuangan 1% dan sektor lainnya sekitar 2%.
Kebergantungan pada Sumber Daya Alam (SDA) dalam hal ini
pertambangan yang terbuka luas mengakibatkan timbulnya berbagai macam aspek
permasalahan yang muncul dewasa ini, dimana ketidakmerataannya pertumbuhan
ekonomi masyarakat tidak sebanding dengan hasil tambang yang telah di keruk
oleh perusahaan – perusahaan asing. Sedangkan harapan melibatkan masyarakat
secara umum sangat dibutuhkan guna memberikan pemerataan ekonomi sesuai dengan
kemampuan masyarakat setempat.
Dominasi pusat dalam mengintervensi dan mengkapling tanah –
tanah yang mempunyai potensi energi yang besar membuat adanya tumpang tindih
perizinan yang berefek pada perbedaan data antara daerah dan provinsi serta
pusat. Jadi adalah sesuatu yang tidak mengherankan ketika pertumbuhan ekonomi elit daerah dan pusat lebih
melambung tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi kerakyatan secara keseluruhan
sehingga rakyat menengah kebawah lagi – lagi menjadi korban atas adanya tumpang
tindih lahan dan kita bisa lihat bersama masyarakat setempat terpaksa menjadi
kuli ditempat sendiri atau dengan kalimat lain bagaikan tikus mati dilumbung
padi.
Adalah paradigm pro status quo tetkala saat ini di daerah –
daerah penghasil khususnya kutai kartanegara bertumpu hanya pada sektor
pertambangan dan melupakan sektor – sektor lainnya yang mempunyai potensi
besarnya guna membangun perekonomian berwawasan lingkungan diantaranya adalah
perkebunan dan pertanian.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimankah pembangunan ekonomi selain tambang?
2.
Perlukah merubah frem kepada sektor lain yang bisa melibatkan dan
terjangkau sesuai dengan skill masyarakat secara umum?
3.
Mungkinkah perkebunan bisa menjadi solusi Pembangunan Berwawasan
Lingkungan?
1.3
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dan manfaat pembuatan karya ilmiah
ini adalah :
1.
Untuk mengetahui efek tambang dan
regulasinya
2.
Mendorong program perkebunan dalam
hal ini komoditi kapas sebagai alternative ekonomi di Kutai Kartanegara
3.
Sebagai pertimbangan ilmiah untuk
kemandirian ekonomi selain tambang
4.
Sebagai syarat mengikuti Latihan
Kader III (Advance Training) Badko HMI Jambi
BAB II
PEMBAHASAN
3.1
PERTAMBANGAN
Sebagaimana
tertera dalam konstitusi Negara Undang – Undang Negara Republik Indonesia No 4
Tahun 2009 bahwa Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Sudah
tentu jelas bahwa pertambangan di
Indonesia di legalkan dengan persyaratan – persyaratan yang telah di tentukan
oleh UU tersebut. Oleh karenanya marilah kita bersama – sama memperhatikan
fakta – fakta yang terjadi dalam praktek dilapangan.
3.1.1
Dampak
Pertambangan
Dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, dampak lingkungan
didefinisikan sebagai suatu perubahan lingkungan
hidup yang diakibatkan
oleh suatu dan
atau kegiatan. Sementara itu,
Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak
sebagai suatu perubahan yang
terjadi sebagai akibat suatu
aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat
alamiah, baik kimia,
fisik, dan biologi.
Lebih lanjut didefinisikan dampak pembangunan
terhadap lingkungan adalah
perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang
diperkirakan akan ada
setelah ada pembangunan. Pembangunan
yang dimaksud termasuk
kegiatan penambangan
batubara yang dapat menimbulkan dampak
terhadap lingkungan secara umum.
Dampak Sosial, ekonomi dan Budaya. Dampak Biofisik Kegiatan Pembangunan Tujuan
Dampak Biofisik Dampak Sosial, ekonomi dan Budaya Dampak Primer Dampak Sekunder
Dampak
penambangan batubara berarti
perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan usaha eksploitasi
batubara baik perubahan
sosial, ekonomi, budaya, kesehatan
maupun lingkungan alam. Dampak penambangan batu bara
bisa positif bila perubahan
yang ditimbulkannya menguntungkan
dan negatif, jika merugikan,
mencemari, dan merusak
lingkungan hidup. Dampak yang
diakibatkan oleh penambangan
batubara menjadi penting
bila terjadi perubahan lingkungan
hidup yang sangat mendasar.
Adapun kriteria dampak penting, yaitu
: (1) jumlah
manusia yang akan
kena dampak, (2)
luas wilayah penyebaran dampak,
(3) intensitas dan
lamanya dampak berlangsung,
(4) banyaknya komponen lingkungan
yang terkena dampak,
(5) sifat komulatif dampak, dan (6) berbalik
(reversible) atau tidak berbalik (ireversible) dampak.
2.1.2 Dampak Penambangan Batubara terhadap
Lingkungan
Konsekuensi dari
sebuah pembangunan akan
dapat membawa dampak terhadap lingkungan
baik dampak positif
maupun negatif. Semua
manusia berkeinginan bahwa adanya
sebuah kegiatan (usaha)
atau pembangunan akan dapat
meningkatkan kesejateraan masyarakat
dan mengelolah dampak
negatif dengan sebaik-baiknya
sehingga dapat dieliminir sehingga kehadiran
usaha atau pembangunan tersebut dapat berhasil guna bagi semua mahluk hidup (manusia, flora dan
fauna, air, tanah dan ekosistem
lainnya).
Konsep dasar
pengelolaan pertambangan bahan
galian berharga dari lapisan
bumi hingga saat ini
tidak banyak beruba,
yang berubah hanyalah
skala kegiatannya hal ini
juga terjadi di
Kutai Kartanegara. Kondisi
riil di lapangan menunjukkan bahwa
perkembangan teknologi mekanisasi
pengelolaan pertambangan menyebabkan semakin
luas dan semakin
dalam pencapaian lapisan bumi
jauh di bawah
permukaan tanah sehingga
membawa dampak terhadap pencemaran
air permukaan dan air tanah.
Kegiatan pertambangan
merupakan kegiatan usaha
yang kompleks dan sangat rum it, sarat risiko,
merupakan kegiatan usaha jangka
panjang, melibatkan teknologi tinggi,
padat modal, dan
membutuhkan aturan regulasi
yang dikeluarkan oleh beberapa
sektor. Selain itu kegiatan pertambangan mempunyai daya
ubah lingkungan yang besar sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak
tahap awal sampai
pasca tambang. Seharusnya
pada saat membuka tambang,
sudah harus difahami
bagaimana menutup tambang
yang menyesuaikan dengan tata
guna lahan pasca
tambang sehingga proses rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat progresif, sesuai
rencana tata guna lahan pasca tambang.
Zulkiflimansyah (2007)
menambahkan bahwa terdapat
dampak negatif lain selain
lubang tambang dan
air asam tambang
yang langsung timbul
dari kegiatan pertambangan seperti
berkurangnya debit air
sungai dan tanah , pencemaran air, kerusakan hutan
hingga erosi dan
sedimentasi tanah, dimana dampak
ini masih menjadi
masalah yang belum
terpecahkan secara tuntas dalam kegiatan pertambangan di
Indonesia.
Studi
yang dilakukan oleh
Suhala et a/.
(1995) misalnya, menjelaskan bahwa penambangan
batubara di Bukit
Asam (Sumatera Selatan)
dan Ombilin (Sumatera Barat)
selain berdampak positif
terhadap pemenuhan kebutuhan sumber energi,
juga berdampak negatif
terhadap lingkungan, yaitu
terjadinya perubahan
topografi karena terbentuknya
lubang-lubang besar bekas
galian tambang, gangguan hidrologi,
perubahan aliran permukaan,
penurunan mutu udara dengan
meningkatnya debu di
udara, penurunan kesuburan
tanah, berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna serta timbulnya
masalah sosial di masyarakat sekitar lokasi penambangan.
2.1.3 Dampak Penambangan Batubara terhadap Sosial
dan Ekonomi
Serbagai
dampak potensial di
sektor sosial dan
ekonomi dapat terjadi akibat adanya
penambangan batubara di
suatu wilayah, baik
dampak positif maupun dampak
negatif. Berbagai dampak
positif diantaranya tersedianya fasilitas sosial qan fasilitas umum , kesempatan kerja karena adanya penerimaan tenaga kerja, meningkatnya tingkat
pendapatan masyarakat sekitar tambang ,dan adanya kesempatan
berusaha. Di samping itu
dapat pula terjadi dampak negatif
diantaranya munculnya berbagai
jenis penyakit akibat
menurunnya kualitas udara , meningkatnya
kecelakaan lalu lintas,
dan terjadinya konflik
sosial saat pembebasan lahan.
Melihat pertumbuhan
produksi' batu bara
dari tahun ke
tahun yang semakin besar, maka
diperkirakan dalam jangka waktu
10 sampai 20
tahun ke depan deposit
batubara ini akan
habis yang dapat
berdampak negatif terhadap
kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat sekitar
terutama masyarakat yang menggantungkan kehidupannya
pada kegiatan pertambangan,
di mana mereka akan
kehilangan mata pencaharian
sebagai akibat dari
berhentinya beroperasi kegiatan
pertambangan.
Sedangkan masyarakat yang berada di
garis kemiskinan di kabupaten kutai kartanegara mencapai 6,94 % dengan
pendapatan Rp.334.248/bulan. Hal ini menunjukkan bahwa hadirnya perusahaan tambang bukanlah solusi
yang tepat untuk menjadi tumpuan utama pendapatan daerah, perlu adanya
alternative lebih lanjut mengenai pembangunan ekonomi yang bisa meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kutai Kartanegara.
3.2
PERKEBUNAN
Menurut Undang – Undang No 18 Tahun 2004
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah
dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan
dan masyarakat.
Perkebunan
di Kutai Kartanegara mengalami peningkatan yang menjanjikan sebagai salah satu
tumpuan dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana grafik peningkatan di tiap
tahunnya
Luas Areal & Produksi Perkebunan di Kab. Kutai Kartanegara
No
|
Komoditi Utama
|
Luas TM (Ha)
|
Luas Total (Ha)
|
Produksi (Ton)
|
1
|
Karet
|
6.753
|
15.415
|
9.731
|
2
|
K. Dalam
|
8.544
|
11.708
|
8.022
|
3
|
K. Sawit
|
72.810
|
171.041
|
473.636
|
4
|
Kakao
|
154
|
382
|
89
|
5
|
Lada
|
4.462
|
6.582
|
6.750
|
6
|
Kopi
|
1.300
|
1.989
|
750
|
7
|
Cengkeh
|
9
|
14
|
3
|
8
|
Pala
|
-
|
-
|
-
|
9
|
Kemiri
|
153
|
428
|
240
|
10
|
Aren
|
205
|
378
|
138
|
11
|
Kapok
|
5
|
9
|
4
|
12
|
Jarak Pagar
|
6
|
7
|
1
|
Jumlah 2012
|
94.401
|
207.953
|
499.364
|
|
|
2011
|
91.393,00
|
216.452,00
|
345.364,00
|
|
2010
|
47.340,00
|
157.426,00
|
308.336,00
|
|
2009
|
43.938,00
|
152.770,50
|
272.498,50
|
|
2008
|
46.730,50
|
130.676,50
|
278.573,00
|
|
2007
|
46.764,50
|
109.677,50
|
277.811,50
|
|
2006
|
44.351,00
|
87.285,50
|
272.748,50
|
|
2005
|
43.267,00
|
82.537,50
|
109.677,50
|
|
2004
|
31.296,00
|
66.843,00
|
109.677,50
|
|
2003
|
32.098,00
|
65.631,50
|
109.677,50
|
|
2002
|
32.089,50
|
65.509,00
|
109.677,50
|
|
2001
|
26.682,00
|
58.906,50
|
109.677,50
|
|
2000
|
26.618,00
|
59.724,50
|
109.677,50
|
Ket : TM = Tanaman Menghasilkan
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2013)
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2013)
Hal
ini menunjukkan perlu adanya konsentrasi yang berlebih untuk mendorong
pembangunan ekonomi berbasis perkebunan di kabupaten kutai kartanegara. Namun
kita juga harus meninjau lebih lanjut serta membuat system yang tepat agar dari
segi lingkungan, social, budaya dan ekonomi bisa tepat dengan sasaran yang
dituju yaitu kesejahteraan masyarakat secara umum.
Sejauh ini masyarakat yang merasakan
efek langsung dari pembangunan yang berbasis lingkungan seperti pertambangan
dan perkebunan sawit hanya sebagian kecil kelompok yang mempumyai keterampilan
dan Sumber Daya Manusia (SDM) dibidang tersebut sehingga peran masyarakat kecil
tidak tercover secara merata.
3.2.1
Perkebunan
Sawit
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri
penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga
banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Perkebunan
kelapa sawit di kutai kartanegara mencapai 171.041 Ha dengan produksi 473.636 Ton/Tahun.
Target Produksi dan Penghasilan :
Dalam keadaan normal dan dengan
dilaksanakannya pemeliharaan yang baik pada tahun kedua tanaman kelapa sawit
telah menunjukkan pembungaan, walaupun buah yang terbentuk belum dapat diolah
karena ukurannya masih terlalu kecil. Buah kelapa sawit baru dapat dipanen
memasuki umur 30 Bulan atau tandan buah telah mencapai berat 3 Kg atau lebih.
I. Pada umur 5 – 7 tahun, berat rata-rata dalam satu
tandan bisa mencapai 10 Kg. dalam 1 pohon sekali panen 2 tandan = 10 Kg X 2
Tandan = 20 Kg, sedangkan 1 pohon dalam 1 bulan 3 kali panen.
Jadi
kesimpulannya : dalam 1 pohon
bisa menghasilkan 10 Kg X 3 Kali panen = 60 Kg X 123 Pohon/Ha = 7380 Kg/ Ha.
Sedangkan harga kelapa sawit / Kg rata-rata, yaitu
kurang lebih Rp 2.000,-
Maka penghasilan / Ha bisa mencapai 7380 Kg X Rp
2.000,-= Rp 14.760.000,-/bulan
Bilamana masyarakat / petani memiliki lahan 1
Ha, maka bisa menghasilkan 20% dari Rp.14.760.000,- yaitu 20% X Rp.14.760.000,-
= Rp.2.952.000,-
Maka tiap petani yang memiliki lahan 1 Ha bisa
berpenghasilan kurang lebih Rp.2.952.000,-/bulan
II. Pada umur 7 - 9 tahun. Berat rata-rata
dalam satu tandan bisa mencapai 15 Kg. dalam 1 pohon sekali panen 2 tandan = 15
Kg X 2 Tandan = 30 Kg, sedangkan 1 pohon dalam 1 bulan 3 kali panen.
Jadi
kesimpulannya : dalam 1 pohon bisa menghasilkan 30 Kg X 3 kali
panen = 90 Kg X 123 pohon/Ha = 11.070 Kg/Ha.
Sedangkan harga kelapa sawit/Kg rata-rata yaitu
kurang lebih Rp 2.000,-
Maka penghasilan / Ha bisa mencapai 11.070 Kg X Rp
2.000,- = Rp 22.140.000,- /bulan
Bilamana masyarakat / petani memiliki lahan 1
Ha, maka bisa menghasilkan 20% dari Rp.22.140.000,- yaitu 20% X Rp.22.140.000,-
= Rp.4.428.000,-
Maka tiap petani yang memiliki lahan 1 Ha bisa
berpenghasilan kurang lebih Rp.4.428.000,-/bulan
III. Pada umur 9 - 11 tahun. Berat rata-rata
dalam satu tandan bisa mencapai 20 Kg. dalam 1 pohon sekali panen 2 tandan = 20
Kg X 2 Tandan = 40 Kg, sedangkan 1 pohon dalam 1 bulan 3 kali panen.
Jadi
kesimpulannya : dalam 1 pohon bisa menghasilkan 40 Kg X 3 kali
panen = 120 Kg X 123 pohon/Ha = 14.760 Kg/Ha.
Sedangkan harga kelapa sawit/Kg rata-rata yaitu
kurang lebih Rp 2.000,-
Maka penghasilan / Ha bisa mencapai 14.760 Kg X Rp
2.000,- = Rp 29.520.000,- /bulan
Bilamana masyarakat / petani memiliki lahan 1
Ha, maka bisa menghasilkan 20% dari Rp.29.520.000,- yaitu 20% X Rp.29.520.000,-
= Rp.5.904.000,-
Maka tiap petani yang memiliki lahan 1 Ha bisa
berpenghasilan kurang lebih Rp.5.904.000,-/bulan
Dari
uraian di atas bisa disimpulkan bahwa pendapatan maksimal jika luas lahan
perkebunan sawit di kutai kartanegara seluas 171.041 Ha, maka bisa menghasilkan yaitu :
Rp.5.904.000 X 171.041 = Rp. 1.009.826.064.000 /bulan X 12 (1 Tahun) = Rp
12,117,912,768,000
Tinjauan Kritis :
1. Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan
overloads konversi. Hilangnya keaneka ragaman hayati ini akan memicu kerentanan
kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama dan
penyakit.
2. Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis
dan land clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu.
3. Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit,
dimana dalam satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter (hasil
peneliti lingkungan dari Universitas Riau) T. Ariful Amri MSc Pekanbaru/ Riau
Online). Di samping itu pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh berbagai
macam zat fertilizer sejenis pestisida dan bahan kimia lainnya.
4. Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama
baru ini akan mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna
lainnya. Ini disebabkan karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat
monokulturasi.
5. Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan
dengan cara pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan
yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama. Hal ini semakin
merajalela karena sangat terbatasnya lembaga (ornop) kemanusiaan yang melakukan
kegiatan tanggap darurat kebakaran hutan dan penanganan Limbah.
6. Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya
perkebunan kelapa sawit. sebut saja konflik antar warga yang menolak dan
menerima masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat
dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit.
7. Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan
perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti
banjir dan tanah longsor
Itulah beberapa gambaran tentang
perkebunan kelapa sawit yang selama ini beroperasi dikutai kartanegara
sesuai dengan dampak positif dan negatifnya.
2.2.2 Perkebunan Singkong Gajah
Singkong
Gajah (Elephant Casava) yang ditemukan oleh Professor Ristono di
Samarinda kini bersaing di pentas international dalam ajang Lee Kuan Yew Global
Business Plan Competition yang diadakan oleh Singapore Management University.
Kompetisi ini sendiri bertujuan mencari ide-ide baru yang dapat menggugah
dunia. Dan tidak tanggung - tanggung, saat ini dalam kompetisi, ide Singkong
Gajah juara III. Dan perlu diketahui, untuk masuk tahap semifinal ini grup
Singkong Gajah harus menyisihkan ratusan ide-ide bisnis lainnya yang berasal
dari 75 institusi dan universitas di seluruh dunia.
Singkong
Gajah adalah tanaman multyfungsi yang mampu mencapai break event point (titik
impas) dalam jangka waktu sangat singkat. Perusahaan yang dibentuk juga akan
berdasarkan konsep social corporation dan eco friendly business dimana
realisasinya akan memberdayakan petani tradisional dan masyarakat desa dalam
memproses Singkong Gajah menjadi produk - produk seperti tepung mocaf,
biobriket, flavonoid, dan baglogs tanpa menyisakan limbah sama sekali.
Bayangkan
dari 1 hektar lahan singkong gajah, dapat dihasilkan sekitar 100 ton
Singkong Gajah. Sangat jauh dari singkong tradisional yang hanya 5 - 10 ton
perhektarnya. Memang selama ini, produksi singkong dapat ditingkatkan dengan
bahan kimia namun sama saja akan menambah permasalahan dunia yang baru.
Singkong Gajah ini dapat menjawab sedikitnya 4 masalah terbesar yang di
hadapi dunia saat ini. Mulai dari masalah pangan, energi dan kesehatan.
Menanam
singkong gajah sebenarnya sangat menguntungkan. Asalkan pemasarannya lancar.
Diasumsikan hasilnya rata-rata 10 kg/batang dan harga rp 1000/kg. Di
pasar-pasar kota Samarinda harga rp 2000/kg. Hasil pemasukan disini termasuk
penjualan bibit singkong gajah yang dipotong-potong sepanjang 20 cm. Disini
diasumsikan lahan milik sendiri dan dikerjakan sendiri oleh petani.
Dalam program Pemda Kabupaten Kutai
Kartanegara mempersiapkan perkebunan tanaman singkong gajah seluas 3000 ha.
jika dikonversikan dalam jangka waktu 1 tahun penghasilan singkong Gajah adalah
3000 x 20.125.000 x 12 = Rp 724.500.000.000/Tahun.
2.2.3 Kapas
Kapas (dari bahasa Hindi
kapas, sendirinya dari bahasa
Sanskerta karpasa) adalah serat halus yang
menyelubungi biji
beberapa jenis Gossypium (biasa
disebut "pohon"/tanaman kapas), tumbuhan 'semak' yang berasal dari
daerah tropika
dan subtropika.
Serat kapas menjadi bahan penting dalam industri tekstil.
Serat itu dapat dipintal menjadi benang dan ditenun menjadi kain. Produk tekstil dari
serat kapas biasa disebut sebagai katun
(benang maupun kainnya).
Serat kapas
merupakan produk yang berharga karena hanya sekitar 10% dari berat kotor
(bruto) produk hilang dalam pemrosesan. Apabila lemak, protein,
malam
(lilin), dan lain-lain residu disingkirkan, sisanya adalah polimer
selulosa
murni dan alami. Selulosa ini tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan
kapas kekuatan, daya tahan (durabilitas), dan daya serap yang unik namun
disukai orang. Tekstil yang terbuat dari kapas (katun) bersifat menghangatkan
di kala dingin dan menyejukkan di kala panas (menyerap keringat).
Beberapa
manfaat kapas antara lain ;
1. Kapas dipintal menjadi benang yang digunakan
dalam produk pakaian banyak seperti pakaian, kaus kaki, dan T-shirt. Seprai
biasanya terbuat dari katun karena merasa lembut. Benang kapas juga digunakan
untuk merajut dan merenda.
2. Kapas yang digunakan untuk membuat
bahan penyerap dikenal sebagai terrycloth. Ini digunakan untuk membuat handuk,
dan jubah. Kapas juga digunakan untuk membuat denim untuk jeans dan banyak
bahan pakaian lainnya. Kadang-kadang dicampur dengan bahan lain untuk
meningkatkan kualitasnya.
3. Kapas juga digunakan untuk membuat
jaring ikan, tenda dan kertas kapas. Kertas kapas digunakan untuk membuat uang
kertas dan kertas berkualitas seni tinggi.
4. Kapas juga digunakan dalam kopi,
mesiu filter dan penjilidan buku.
5. Benih tanaman kapas juga memiliki
beberapa kegunaan penting. Pertama, dapat digunakan untuk memproduksi minyak
biji kapas, yang merupakan minyak nabati yang populer untuk memasak. Sisa-sisa
dapat digunakan sebagai pakan ternak dan hewan lainnya.
6. Setelah kapas akan dihapus dari biji
ada beberapa serat halus meninggalkan melekat pada biji. Ini disebut Linter dan
ketika diproses dikenal sebagai kapas penyerap atau kapas. Produk ini digunakan
untuk tujuan medis dan kosmetik banyak.
Perkebunan kapaspun
menjadi hal yang menjanjikan untuk alternative ekonomi dikutai kartanegara
dimana kebutuhan Kapas Indonesia 99,5 % di impor dari luar negeri. Produksi
dalam negeri hanya mampu memasok sebesar 0,5 % saja. Indonesia mengimpor serat
kapas dari luar negeri sebesar 600.000 s/d 700.000
ton pertahun. Melihat kondisi ini maka mendorong program perkebunan kapas
sangat berpeluang besar untuk bisa mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Analisis
Ekonomi (Pendapatan) Perkebunan Kapas :
1.
Perhektar tanaman kapas dengan bibit
unggul dari Cina dapat menghasilkan 4 ton (4000 kg) serat kapas
2.
Harga serat kapas 1 kg adalah antara Rp.
2.500,- s/d 4.000,- sekali panen
3.
Dalam 30 hari/1 bulan, kapas dapat dipanen
sampai 3 kali = 12.000 Kg serat kapas/Bulan
4.
Dengan harga terendah Rp. 2.500,- /kg, maka
didapat hasil perhektar/bulan adalah Rp. 2.500,- x 12.000 kg = Rp. 30.000.000,-
5.
Jika Desa/Kelurahan memiliki 100 Hektar maka
hasil yang didapat Perbulan adalah 100 Hektar x Rp. 30.000.000,- = Rp.
3.000.000.000,- (Tiga Milyar Rupiah) dan jika dihitung 1 tahun (12 Bulan) maka
hasil yang didapat adalah Rp. 3.000.000.000,- x 12 bulan = Rp. 36.000.000.000,-
(Tiga Puluh Enam Milyar Rupiah)/ Tahun
6.
Jika ORMAS memiliki 20 Hektar Perkebunan
Kapas maka hasil yang didapat perbulan adalah Rp. Rp. 30.000.000,- x 20 Hektar
= Rp. 600.000.000,-/bulan dan pertahun pendapatan ORMAS adalah Rp.
600.000.000,- x 12 = Rp. 7.200.000.000,- (Tujuh Milyar Dua Ratus Juta
Rupiah)/tahun
7.
Dan jika OKP/Yayasan memiliki 10 Hektar
Perkebunan Kapas maka setiap bulan memiliki penghasilan Rp. 30.000.000,- x 10 Hektar
= Rp. 300.000.000,-/bulan dan bila dihitung setahun maka OKP/Yayasan akan
mendapat penghasilan dari Kebun Kapas adalah Rp. 300.000.000,- x 12 bulan = Rp.
3.600.000.000,- (Tiga Milyar Enam Ratus Juta Rupiah).
8.
Bila program ini didorong dengan
kualitas yang hasil serat kapas sampai berharga Rp. 4.000,-/kilogram maka
penghasilan sebagai berikut : Desa/Keluranan : Harga Rp. 4000,- x 12.000 kg
panen perbulan adalah Rp. 48.000.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 100
Hektar Pertahun adalah = Rp. 48.000.000,-/Hektar x 100 Hektar x 12 Bulan = Rp.
57.600.000.000,- (Lima puluh Tujuh Milyar Enam Ratus Juta Rupiah)/ tahun ORMAS
: Harga Rp. 4000,- x 12.000 kg panen perbulan adalah Rp. 48.000.000,-
/bulan/Hektar atau penghasilan 20 Hektar Pertahun adalah = Rp. 48.000.000,-/Hektar
x 20 Hektar x 12 Bulan = Rp. 11.520.000.000,- (Sebelas Milyar Lima Ratus Dua
Puluh Juta Rupiah)/ tahun
OKP/Yayasan : Harga Rp. 4000,- x 12.000 kg panen perbulan adalah Rp. 48.000.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 10 Hektar Pertahun adalah = Rp. 48.000.000,-/Hektar x 10 Hektar x 12 Bulan = Rp. 5.760.000.000,- (Lima Milyar Tujuh Ratus Enam Puluh Juta Rupiah)/ tahun
OKP/Yayasan : Harga Rp. 4000,- x 12.000 kg panen perbulan adalah Rp. 48.000.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 10 Hektar Pertahun adalah = Rp. 48.000.000,-/Hektar x 10 Hektar x 12 Bulan = Rp. 5.760.000.000,- (Lima Milyar Tujuh Ratus Enam Puluh Juta Rupiah)/ tahun
9.
Jika saja hasil dihitung dari
kemungkinan terendah mengikuti keadaan perkebunan kapas local yang ada di
Indonesia umumnya maka hasilnya adalah sebagai berikut : Desa/Keluranan : Harga
Rp. 2.500,- x 7.500 kg panen perbulan adalah Rp. 18.750.000,- /bulan/Hektar
atau penghasilan 100 Hektar Pertahun adalah = Rp. 18.750.000,-/Hektar x 100
Hektar x 12 Bulan = Rp. 22.500.000.000,- (Dua Puluh Dua Milyar Lima Ratus Juta
Rupiah)/ tahun ORMAS : Harga Rp. 2.500,- x 7.500 kg panen perbulan adalah Rp.
Rp. 18.750.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 20 Hektar Pertahun adalah = Rp.
Rp. 18.750.000,-/Hektar x 20 Hektar x 12 Bulan = Rp. 4.500.000.000,- (Empar
Milyar Lima Ratus Juta Rupiah)/ tahun
OKP/Yayasan : Harga Rp. 2.500,- x 7.500 kg panen perbulan adalah Rp. 18.750.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 10 Hektar Pertahun adalah = Rp. 18.750.000,- /Hektar x 10 Hektar x 12 Bulan = Rp. 2.250.000.000,- (Dua Milyar Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah)/ tahun
OKP/Yayasan : Harga Rp. 2.500,- x 7.500 kg panen perbulan adalah Rp. 18.750.000,- /bulan/Hektar atau penghasilan 10 Hektar Pertahun adalah = Rp. 18.750.000,- /Hektar x 10 Hektar x 12 Bulan = Rp. 2.250.000.000,- (Dua Milyar Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah)/ tahun
Pola
Pengaturan Program Perkebunan Kapas :
1.
Harus dibentuk Lembaga yang
menangani langsung Program Perkebunan Kapas milik Desa/Kelurahan, ORMAS dan
OKP/Yayasan yang berasal dari Tenaga Ahli, tenaga Teknis Pemerintahan,
Perwakilan Desa/Kelurahan, Perwakilan ORMAS dan Perwakilan OKP/Yayasan
2.
Tugas lembaga Pengelola Program
Perkebunan adalah mengelola dana perkebunan yang meliputi kerja Legalilatas
Lahan, Pembukaan Lahan, Penanaman, Perawatan, Panen, dan Penjualan Hasil
Perkebunan
3.
Setiap
Desa/Kelurahan/ORMAS/OKP/Yayasan harus memiliki rekening khusus yang digunakan
untuk menerima pembayaran hasil penjualan Perkebunan Kapas
4.
Pembayaran pihak pembeli tidak
dalam bentuk uang cast tetapi harus melalui transfer ke rekening milik
Desa/Kelurahan/ORMAS/OKP/Yayasan
5.
Dana hasil Perkebunan Kapas yang
ada dalam rekening masing-masing Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP dan Yayasan hanya
dapat dicairkan sesuai dengan Kebutuhan Pembiayaan Program yang telah
ditentukan oleh masing-masing Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP atau Yayasan
6.
Program Desa/Kelurahan yang
dibiayai oleh Dana Hasil Perkebunan Kapas dibuat bersama antara Kepala
Desa/Lurah dan Badan Perwakilan Desa setelah menyerap aspirasi secara luas dari
masyarakat Desa/Kelurahan
7.
Program Desa/Kelurahan dapat
dibiayai dari Dana Hasil Perkebunan Kapas setelah disahkan oleh Camat
8.
Pencairan Dana Hasil Perkebunan
untuk pembiayaan Program Desa/Kelurahan dalam pengajuannya kepada Pihak Bank
harus dilampiri sekurang-kurangnya :
1)
Draf Program dan Biaya Kegiatan
Desa/Kelurahan yang telah ditandatangani oleh Kepala Desa, Anggota Badan
Perwakilan Desa dan disahkan oleh Camat
2)
Berita Acara Rapat Program Kerja
Desa/Kelurahan
3)
Daftar Hadir Rapat Program Kerja
Desa/Kelurahan
4)
Notulensi Rapat Program Kerja
Desa/Kelurahan
9.
Program ORMAS yang dibiayai oleh
Dana Hasil Perkebunan Kapas dibuat bersama antara Pengurus Kabupaten,
Perwakilan Pengurus Tingkat Kecamatan dan Pengurus Perwakilan Tingkat Desa
setelah menyerap aspirasi secara luas dari anggota
10.
Pencairan Dana Hasil Perkebunan
untuk pembiayaan Program ORMAS dalam pengajuannya kepada Pihak Bank harus
dilampiri sekurang-kurangnya :
1)
Draf Program ORMAS ditandatangani
oleh Ketua dan Sekretrais dan Biaya Kegiatan ditanda tangani oleh Bendahara
2)
Berita Acara Rapat Program Kerja
ORMAS
3)
Daftar Hadir Rapat Program Kerja
ORMAS
4)
Notulensi Rapat Program Kerja
ORMAS
Alternatif Sumber Dana Pelaksanaan Program
Perkebunan Kapas :
Dalam pelaksanaan program Perkebunan
Kapas milik Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP dan Yayasan yang ada di Kabupaten Kutai
Kartanegara sangat ditentukan jumlah lahan yang akan digarap. Jika jumlah
sebanyak 228 Desa/Kelurahan ditambah ORMAS dan OKP/Yayasan dihimpun maka lahan
Perkebunan Kapas yang dibutuhkan dalam rentang jarak diperkiraan seluas 30 x 10
Kilometer persegi. Kalau dikonversikan dalam hitungan hektar, maka lahan yang
dibutuhkan adalah seluas ± 30.000 Hektar. Sebagaimana data umumnya biaya total
pengolahan perkebunan di Indonesia perhektar rata-rata menghabiskan dana Rp.
23.000.000,- (Dua Puluh Tiga Juta Rupiah) sampai panen, maka perkebunan kapas
pun relative akan memerlukan dana sebesar itu. Hal yang cukup menguntungkan
bahwa usia produksi awal kapas cukup cepat. Rata-rata kapas sudah mulai
produksi diusia tanaman 3 s/d 4 bulan. Hanya saja hasilnya belum bisa
diharapkan maksimal sampai dengan usia 1 tahun. Tetapi dalam jangka waktu
produksi sebelum 1 tahun masih bisa dinikmati hasilnya untuk menutupi biaya
lain sekurang-kurangnya seperti biaya pupuk dan pestisida tanaman. Dengan biaya
sebesar Rp. 23.000.000,-/ hektar dan lahan yang harus dibiayai seluas 30.000
hektar maka diperlukan dana untuk menjalankan program perkebunan kapas adalah
sebesar Rp. 690.000.000.000,- (Enam Ratus Sembilan Puluh Milyar Rupiah) Jika
kita bandingkan antara pendapatan baik yang terbesar ataupun yang terendah,
maka dengan biaya sebesar itu harusnya tidak perlu ada keraguan untuk
menginvestasikan dana bagi masyarakat kita, apalagi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara terakhir sebesar Rp. 9,2 Trilyun,
maka tidak mustahil program perkebunan ini dapat dilaksanakan.
Adapun tahapan – tahapan dalam mendorong
program tersebut adalah :
1.
Mendorong semaksimal mungkin melalui APBD Kabupaten
Kutai Kartanegara dengan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan
2.
Mendorong semaksimal mungkin agar ada kebijakan dari
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara melalui Badan Pertanahan untuk dapat
menerbitkan sertifikat tanah lahan perkebunan yang akan digunakan sebagai :
a. Sertifikat tanah dengan kelas produktif dapat dijadikan sebagai jaminan untuk pinjaman pembiayaan perkebunan kepada pihak perbankan, tentu melalui kebijakan dan pendekatan Pemerintah Daerah kepada pihak perbankan
b. Pembiayaan program dari investor dengan system bagi hasil 70% untuk investor sebagai pemodal dan pengelola, dan 30% untuk Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP, Yayasan sebagai pemilik lahan
3. Membentuk Lembaga yang memiliki otoritas menghimpun dana dari berbagai investor melalui saham yang himpunan dananya akan digunakan untuk membiayai program. Kepemilikan tanah oleh Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP dan Yayasan akan dikonversi dengan nilai saham yang dipegang oleh pihak Desa/Kelurahan, ORMAS, OKP dan Yayasan. Jika mengukur besarnya pendapatan yang akan diperoleh Desa/Kelurahan/ORMAS/OKP/Yayasan maka akan sangat persepktif bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara mampu membiayai langsung program ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Makalah ini dibuat
bukan untuk memberikan black Campaign perusahan – perusahaan tambang yang ada
di Indonesia karena mau tidak mau dan suka tidak suka, pertambangan adalah hal
yang legal menurut konstitusi Negara. Namun yang diharapkan adalah adanya
trobosan baru dalam proses pembangunan yang mengena kepada masyarakat secara
langsung, baik itu petani, Nelayan, pedagang, wirausaha pegawai negeri dan lain
– lain.
Sudah barang tentu
untuk membangun perekonomian yang menyeluruh haruslah dengan menggunakan
penjualan yang bersifat massal dengan menggandeng perusahaan – perusahaan besar
tanpa mengurangi hak – hak rakyat kecil dalam hal ini petani. karena kelemahan petani
dan kita semua saat ini adalah mampu menghasilkan tapi susah untuk menjualnya
dan kadang ini yang dimanfaatkan oleh tengkulak secara otomatis petani
mengalami kerugian.
Pembuatan system
yang tepat dalam menjalankan program perkebunan ini adalah hal yang terpenting
untuk saling menjaga dan mematuhi koridor yang telah di sepakati agar
menjauhkan dari tindak korupsi dan lain sebagainya.
3.2
KRITIK DAN SARAN
Perlu adanya revisi dan tinjauan lebih mendalam mengenai penelitian dan
pandangan lainnya yang ada di dalam makalah ini, berhubung pembuatan makalah
ini hanya dilakukan dalam kurun waktu 4 hari. Penyusun menyadari bahwa makalah
ini mempunyai banyak kekurangan dan dengan itu sangat dibutuhkan masukan dan
saran agar bisa menyempurnakan tulisan ini.