Evaluasi Gerbang Raja Part 1
Pendidikan
“Pendidikan adalah
suatu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Bahwa pendidikan menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik agar sebagai manusia dan
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup yang
setinggi-tingginya” (Ki Hajar Dewantara)
Dalam ungkapan – ungkapan para tokoh sejarah, masa kini dan
bahkan firman – firman Tuhan melalui utusannya dimuka bumi ini, banyak sekali
menekankan akan pentingnya Menuntut Ilmu. Bahwa ilmu adalah sesuatu yang
niscaya sebagai mana Tuhan telah menciptakan didalam diri manusia berupa akal
sehingga mampu untuk menyerap tanda – tanda kekuasaan-Nya.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa pendidikan adalah
suatu hal yang prioritas karena menyangkut persoalan kehidupan mendasar manusia
dan kebutuhan dalam kehidupan berbangsa dan Negara. Maka penting bagi kita untuk menatap
pendidikan secara Global sebagaimana jurnal yang dikarang oleh peneliti dari
University of Ibadan, Nigeria yaitu Martins
Fabunmi yang melihat dari sudut pandang global dengan membandingkan kemajuan
dari Negara satu dengan Negara lainnya. Sehingga bisa menjadi perhatian akan
ketertinggalan dari Negara yang mempunyai pendapatan rendah dengan Negara yang
berkembang. Semua itu di sandarkan pada
Perencanaan Pendidikan.
Dalam ulasan jurnal tersebut ada 3 Teori yang menjadi pondasi
dalam melakukan sebuah perencanaan pendidikan diantaranya Social Deman
Approach, Man Power Approach dan Investment Efficiency Approach.
1. Social Demand Approach (Pendekatan Tuntutan Publik)
Menurut
Vembrianto (1985:46) “Pendekatan kebutuhan sosial atau social demand adalah suatu pendekatan dalam
perencanaan pendidikan yang didasarkan atas tuntutan atau kebutuhan sosial akan
pendidikan”.
Pendekatan sosial demand atau kebutuhan sosial atau tuntutan
sosial adalah suatu istilah yang kabur dan mengcaukan (jarang digunakan oleh
pendidik) dan dapat diartikan bermacam-macam. “Arti yang paling umum digunakan
adalah kumpulan tuntuntan yang umum untuk memperoleh pendidikan, yakni jumlah
dari tuntutan individu akan pendidikan di suatu tempat, pada suatu waktu
tertentu, di dalam suatu budaya politik dan ekonomi tertentu”. (Coombs,
1982:33)
Sedangkan
menurut A. W. Guruge dalam Udin S (2005:234) “Pendekatan kebutuhan sosial
adalah pendekatan tradisional bagi pembangunan pendidikan dengan menyediakan
lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi tekanan-tekanan untuk memasukkan
sekolah serta memungkinkan pemberian kesempatan kepada pemenuhan
keinginan-keinginan murid dan orangtuanya secara bebas”.
2. Investment Efficiency Approach/Cost and benefit
(Pendekatan Ketepatgunaan Modal)
adalah
suatu pendekatan yang menitikberatkan pada keseimbangan antara keuntungan dan
kerugian (Yagi, 2010). Prinsip untung rugi inilah yang dipakai oleh individu
yang rasional kalau memutuskan bagaimana sebaiknya membelanjakan uang agar
keinginannya tercapai.
Ia meneliti
alternatif-alternatifnya, menimbang biaya masing-masing alternatif dan
kepuasan yang menyertainya atau kegunaan yang akan diperolehnya dan kemudian
memilih kemungkinan tertentu sebatas kemampuannya yang paling menguntungkan.
3. Man
Power Requerement Approach (Pendekatan
Keperluan Tenaga kerja)
Menurut Effendi
(2000:26) “Pendekatan man
power adalah pendekatan yang
lebih menekankan pada pendayagunaan tenaga kerja hasil suatu sistem
pendidikan”. Sedangkan menurut Yagi (2010) ”Pendekatan ketenagakerjaan
merupakan pendekatan yang mendisain perencanaan pendidikan dikaitkan dengan
pengembangan tenaga manusia melalui pendidikan, guna memenuhi tuntutan
kebutuhan sektor perekonomian”. Dengan demikian, perencanaan pendidikan yang
menggunakan pendekatan terhadap penerimaan ketenagakerjaan akan
mengidentifikasikan mengenai besarnya kebutuhan tenaga kerja untuk kurun waktu
tertentu.
“Pengembangan
sumber daya manusia melalui sistem pendidikan adalah suatu syarat yang penting
untuk perkembangan ekonomi dan merupakan suatu penanaman sumber daya yang
langka yang baik, hasil pola dan kualitas pendidikan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja”. (Coombs, 1982:34).
Pendekatan
tenaga kerja berguna untuk mengatasi kesenjangan tenaga kerja dan
ketidakseimbangan yang ekstrim dalam pola hasil pendidikan yang membutuhkan perbaikan.
Pendekatan ini hampir tidak memerlukan penelitian statistik yang
terperinci. Pendekatan tenaga kerja dapat juga memberikan bimbingan yang
bermanfaat bagi pendidik tentang bagaimana kualifikasi pendidikan pekerja untuk
dikembangkan di masa mendatang. Misalnya, bagaimana seharusnya proporsi relatif
dari orang yang berpendidikan atau tingkat pendidikan yang lebih rendah,
pendidikan menengah, dan berbagai latihan setelah pendidikan tingkat menengah.
Hal ini sangat berguna untuk diketahui para perencana pendidikan, tetapi jauh
berbeda dari syarat-syarat tenaga kerja yang terperinci (Coombs, 1987: 37).
Perlu
diperhatikan pula bahwa perhitungan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan
lapangan kerja yang tersedia maupun yang akan tersedia tidak terlepas dari
faktor kualitas yang diharapkan. Semua ini mempunyai implikasi bahwa seorang
perencana pendidikan setidak-tidaknya dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan
perkembangan, baik secara kualitas maupun kualitas, terutama menyangkut
sektor-sektor ekonomi dengan pedistribusian yang dapat diproyeksi. Timan
(2004:17) “Pertumbuhan ekonomi tidak hanya memerlukan sumber dan fasilitas
fisik, tetapi juga memerlukan sumber-sumber manusia yang mengorganisasi dan
menggunakan fasilitas fisik. Jadi pengembangan sumber manusia melalui
sistem pendidikan adalah suatu syarat penting untuk pertumbuhan ekonomi dan
suatu investasi yang baik dari sumber-sumber yang langka, dengan menentukan
pola dan mutu output pendidikan
sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja di bidang perekonomian”.
Dari ulasan diatas kita bisa melihat indonesia sudah
menerapkan dengan adanya program wajib belajar 12 Tahun, dan beasiswa bagi
orang tua yang tidak mempu menyekolahkan anaknya (Social Demand Approach),
adanya sekolah – sekolah berbasis kejuruan (Man Power) dan yang terakhir adalah
hadirnya sebagian Institusi swasta yang maju (Investment Effieciency).
Dari teori – teori diatas pula pasti banyak penafsiran –
penafsiran lain yang di jawantahkan melauli program – program unggulan yang
dibuatkan kebijakan oleh pemerintah selaku penyusun undang – undang dan
peraturan lainnya.
Di Kutai kartanegara program ini disebut Gerakan Pembangunan
Rakyat Sejahtera (Gerbang Raja) dengan visi dan misi bupati terpilih dipemilu
2010 Rita Widyasari dan pemilu 2015 kemarin terpilih kembali dengan program Gerbang
Raja jilid 2.
Gerbang
Raja mempunyai visi yaitu
Menuju Terwujudnya “Masyarakat Kutai Kartanegara yang Sejahtera dan
Berkeadilan”. Dalam program pendidikan program Gerbang Raja mempunyai uraian –
uraian sebagai berikut :
a. “Satu
Guru – Satu Laptop”.
b. Alokasi
Dana Pendidikan 20 % dari APBD.
c. Insentif
bagi guru dan dosen.
d. Terlaksanannya
pemberantasan Buta Aksara Melalui Zona Bebas Buta Aksara (ZBBA).
e. Terbangunnya
Sekolah Unggulan di wilayah pantai dan hulu berbasis karakteristik daerah.
f. Terbangunnya
sekolah bertaraf Internasional.
g. Terpenuhinya
Buku Pelajaran bagi siswa.
h. Adanya
bantuan Pendidikan bagi siswa miskin.
i. Dikembangkannya
Pesantren dan Madrasah Unggulan.
j. Dibangunnya
Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Terpadu (SIMPENDU).
k. Dikembangkannya
Saluran Harapan, Pengaduan aspirasi Pendidikan (SAHADU SIDIK).
Seiring berjalannya waktu program – program ini pun telah
berjalan seperti program “satu guru satu laptop” yang mempunyai visi
meningkatkan efektifitas kualitas pendidikan agar para pendidik kita tidak
gagap akan teknologi dan peserta didik dengan mudah dalam menyerap pelajaran
yang dibawakan sesuai dengan fungsi teknologi yaitu memudahkan manusia dalam
menjalani kehidupan.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sebanyak 13.098
unit laptop merk HP dengan anggaran +83
Miliar telah diserah terimakan kepada para guru (Nergeri maupun Swasta) yang
ada di Kutai Kartanegara pada tahun 2012 lalu.
Sebenarnya tiada yang salah dari program ini jika dijalankan
dengan konsep yang panjang dengan memperhatikan Output dan Outcome nya. Namun
disayangkan masih banyak didunia nyata guru – guru yang telah mendapatkan
laptop tersebut belum bisa mengoperasikan microsoft office, internet dan
program – program lainnya, padahal teknologi ini sangat berguna bagi
perkembangan pendidikan dan pada akhirnya laptop tersebut digunakan oleh orang
lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan peruntukannya.
Maaf jika kalimat – kalimat diatas terkesan menyinggung,
inilah realita yang harus kita hadapi terutama praktisi pendidikan, sejak
dahulu para pengamat pendidikan telah menyampaikan harus adanya keberlanjutan
dari program tersebut dengan memberikan pelatihan khusus bagi guru yang
mendapatkan laptop agar bisa mengoperasikannya. Namun sayang imbuhan – imbuhan
ini tidak didengarkan secara integral, padahal sudah jelas bahwa laptop ini
telah mubadzir. Ya bagaikan pedang dan tuannya, pedang bisa melukai tuannya
jika tuannya tak mampu untuk mengendalikannya, begitupula alat – alat yang
lain.
Jika kita melihat lebih dalam lagi banyak human resouces
(SDM) kita baik sarjana, akademisi bahkan anak – anak lulusan SMA/SMK/Sederajat
bisa mengajarkan itu. entah regulasinya menggunakan sistem tender ataukah yang
lainnya, Saya rasa orang – orang kita bisa bersaing. Sekarang hanyalah
keinginan pemerintah untuk mewujudkan itu.
Alokasi dana 20% yang menjadi komitmen pemerintah di sektor
pendidikan sebagai perwujudan dari teori social demand approach selayaknya
digunakan tepat sasaran dengan mendahulukan program prioritas. Memang
pendidikan tidak bisa dinikmati dengan cara yang praktis (1 atau 2 tahun) tapi
apakah ada jaminan jika kinerja yang dilakukan pemerintah dan penyelenggara
pendidikan saat ini bisa menghasilkan pendidikan yang berkualitas dimasa yang
akan datang ?. sementara saat ini saja masih banyak lulusan SMA/SMK/Sederajat
bahkan sarjana sekalipun yang masih menganggur dan angka kriminalitas di kukar
pun saat ini terus meningkat.
Tidak memungkiri, ada program pemerintah yang bisa berjalan
dengan baik seperti beasiswa gerbang raja, insentif untuk guru, dan lain lain. Namun
pendidikan jangka panjang juga harus dibuatkan langkah – langkahnya guna adanya
ketepat sasaran program dan pengevaluasian kinerja. Intinya bahwa pendidikan
haruslah kontinuitas, bukan proyektif semata.
Maka ingatlah Bangsa yang besar bukan dilihat dari Sumber
Daya Alamnya melainkan Sumber Daya Manusianya, out from the safe zone.