Pada akhir bulan
desember 2016 dan awal bulan januari 2017 ini kita telah mendengar dan sebagian
dari kita mungkin telah menyaksikan pelantikan para pejabat di Kutai
Kartanegara. Suka cita dan ucapan selamat dari rekan sejawat, keluarga, dan seluruh
elementasi rakyat Kutai Kartanegara tentu menjadi sebuah dorongan akan kinerja yang
lebih baik bagi pejabat – pejabat baru ini.
Hal ini
mengisyaratkan ada harapan yang besar, adanya gebrakan – gembrakan fundamental
yang akan di jalankan pejabat pemerintah untuk keluar dari zona aman dan
paradigma pro status quo, mengingat bahwa diangkatnya para pejabat ini
dikatakan tidak ada unsur nepotis dan memang benar – benar profesional dalam
menajalankan roda kepemerintahan.
Dikalangan
mausia mungkin ada yang membanggakan status sosial, ada yang menginginkan
kedudukan untuk dipandang, ada yang memang mempunyai darah biru agar diakui,
dan ada yang ingin bangkit dari kehidupan yang biasa – biasa saja. Walhasil
semua itu akan menjadi fana jika tanpa ada kinerja yang nyata.
Kita sering
mendengar bahwa semua hal yang kita lakukan didunia ini akan diminta
pertanggungjawabannya, tanggungjawab bukan hanya diakhirat saja melainkan
didunia ini pasti ada pertanyaan – pertanyaan yang menanyakan dengan kritis akan kinerja yang kita lakukan.
Artinya
kedudukan kita, jabatan kita, dan status sosial kita saat ini adalah amanah.
Secara psikologi jika orang mendapatkan amanah maka orang tersebut merasa
terbebani dan merasa gelisah jika apa yang dia kerjakan tidak berjalan bahkan
bisa membuat stress jika yang diemban tidak sesuai dengan kemampuannya.
Kita,
sebagai masyarakat sangat berpositif thinking dengan geliat dan semangat baru para pejabat kita yang akan membawa
perubahan besar di daerah ini dengan melakukan pembangunan litas sektor.
Melihat
kondisi sekarang tentunya kita tidak bisa berbohong dan terpaksa harus jujur
walau menyakitkan bahwa Daerah kita dalam pengelolaannya mengalami sedikitnya
PAD dan Banyaknya pengeluaran atau KETIMPA (bhs.kutai). Jika pernyataan ini
salah silahkan tanyakan kepada pengusaha – pengusaha yang telah menyelesaikan
proyek pembangunan pemerintah apakah hak mereka telah terpenuhi ?, pertanyakan
kepada para honorer di berbagai instansi apakah gaji mereka sudah semuanya
terbayarkan ?, tanyakan pada petani apakah hasil panennya terjual semua dan
mendapatkan harga yang sesuai diharapkan ?, tanya ke pengelola pariwisata
apakah dana yang digelontorkan sudah kembali ?, tanya kepada mahasiswa yang
kemarin lulus apakah mereka semuanya sudah bekerja ?, tanya kepada instansi pendidikan hasil riset mana yang
telah menghasilkan benefit ?, tengok jalan – jalan penghubung antar desa dan
kecamatan apakah sudah layak untuk dijalani ?, tanya ke masyarakat Desa apakah
sudah selesai urusan sengketa tanah dan kerusakan lingkungan akibat tambang ?, tanya
kepada para guru dan dosen sudahkah hak mereka terpenuhi ?.
Pertanyaan –
pertanyaan inilah yang harus dijawab dengan aksi nyata oleh yang terhormat
pimpinan daerah dan para pejabat yang baru, tantangan ini haruslah diingat oleh
bagi para pejabat yang telah bersuka cita dilantik. Pengelolaan kabupaten ini
adalah pertaruhan untuk mencakup sesuatu yang lebih besar seperti Provinsi
misalnya bahkan ruang lingkup yang lebih besar yaitu Pusat.
Sadar ataupun tidak, secara tidak langsung mayoritas Masyarakat kita mengikuti prilaku para
pemimpinnya, jika hari ini di ruang lingkup urusan kepemerintahan tidak
memberikan contoh yang baik dalam pelayanan, komunikasi, etika dan estetika.
Maka, yakin dan percayalah akan terjadi ketimpangan – ketimpangan yang
sistemik.
Begitu pula
dengan tantangan kedepan, bahwa daerah kita ini akan kembali seperti semula
pada saat perusahaan tambang tidak ada yaitu turun terjalnya APBD. Lalu apakah yang
akan kita persiapkan untuk itu ?.
Mudah –
mudahan kita tidak meninggalkan generasi yang lemah setelah kita dengan membuat
regulasi yang tepat di era ini untuk membangun daerah yang luas dan kaya ini.
No comments:
Post a Comment