Tuesday, February 28, 2017

Pengelolaan Pasar

Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, hal ini dilandasi dari berbagai macam faktor salah satunya adalah faktor kebutuhan, kebutuhan pun terdiri dari berbagai macam tingkatan yang sering disebut kebutuhan primer, sekunder dan tersier.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari tentunya manusia mau tidak mau pasti melakukan upaya yang melibatkan orang lain sehingga bisa menghasilkan apa yang ingin dia raih tersebut. Dengan keterlibatan orang lain yang saling membutuhkan inilah melahirkan berbagai macam transaksi sehingga hadirlah tempat transaksi yang disebut dengan pasar.

Secara umum kita telah memahami pasar dan proses tata kelolanya karena hal ini adalah naluri manusia untuk berserikat dan mencari kebutuhan serta memenuhi kebutuhan orang lain. Pasar tempat banyaknya manusia menggantungkan kehidupannya sehari – hari

Anda pasti pernah melihat para pedagang sudah melakukan pekerjaannya di waktu yang sangat dini bahkan ada yang membawa anak – anaknya untuk beraktifitas, anda mungkin pernah merasakan bagaimana melakukan transaksi dengan menekan harga sayur semurah mungkin sehingga para pedagang tidak mendapatkan untung dari kerja kerasnya, anda pasti bisa membayangkan bagaimana kondisi kejiwaan mereka yang berada dalam pusaran  harapan – harapan akan hadirnya para pembeli.

Di posisi lain kita juga pernah melihat dan mungkin kita menjadi korban akan kecurangan yang dilakukan oleh para pedagang, ditipu dengan bumbu – bumbu kebohongan agar kita lekas membeli barang yang dijual, pernah mendapatkan barang yang tidak sesuai dengan apa yang ada dibenak kita dari hasil rethorika para pedagang.

Di sisi yang lain lagi ada sebuah sistem atau jejaring – jejaring yang sangat merugikan dari kedua belah pihak  (antara pedagang dan pembeli) yaitu adalah kebijakan dan pemegang kebijakan itu sendiri.

Persoalan ini tidak akan bisa diurai dan ditenun hingga rapi ketika masih muncul praktik – praktik kecurangan dielit pengelola pasar yang menghilangkan keadilan sosial dan keadilan ekonomi, sebagai mediator dalam hal ini Pimpinan Daerah atau Pemerintah akan timpang ketika tak mampu untuk tegas dalam menjalankan aturan. Proses berjalannya aturan akan menjadi “runyam” apabila tidak bisa diimbangi oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas dan memiliki niat yang tulus  tanpa ada moti memperkaya pribadi atau kelompoknya.

Perbedaan pendapat antara para pedagang yang merasa tidak mendapatkan keadilan dari pemerintah adalah sesuatu yang wajar, pemerintah harus membuka ruang kesepemahaman agar tiada hati yang terluka karena sakitnya orang teraniaya membahayakan penguasa. Mungkin inilah yang dimaksud dengan hak rakyat untuk sejahtera.

Pembangunan yang berkelanjutan di sektor pasar adalah sesuatu yang sangat sulit untuk diorganisir karena banyaknya latarbelakang pelakunya, membludaknya manusia yang terlibat, massifnya tekanan jiwa diarea sana dan buyarnya wacana – wacana yang menyangkut hajat manusia.

Dari sekian persoalan diatas akan lebih  memudahkan  jika pengelolaan pasar berlandaskan dengan pandangan akademis, haruslah menggunakan penelitian yang obyektif, melihat dari berbagai aspek, baik tata letak hingga kemudahan bertransaksi,  bukan untuk semata – mata menyenangkan hati pemegang kebijakan. Hal ini sangatlah penting jika dilaksanakan baik dari sisi keberlanjutan politik penguasa ataupun keberlanjutan perjalanan ekonomi daerah. Sistemnya haruslah berkesinambungan dengan mengesampingkan penghargaan – penghargaan yang fana tanpa orientasi pembangunan yang jelas, haruslah bersabar dari tawaran – tawaran kepentinggan yang membelokkan visi yang sebenarnya.

Konsistensi akan realisasi dari visi yang telah dirumuskan secara akademis di RPJMD haruslah terlaksana dengan menghilangkan perasaan para konsituen yang menginginkan jatah yang berlebih. Pemimpin tentunya harus bisa memberikan penjelasan serta tindakan yang tepat dalam mengorganisir timnya sendiri karena ketika memperturuti hawa nafsu atau keperluan semua tim maka tidak akan ada habis – habisnya walau jumlahnya sebesar gunungan emas.

Cepatnya perubahan keinginan untuk membangun tanpa melihat kondisi nyata akan menjadi bumerang rezim penguasa karena akan terjadinya perlambatan pembangunan, terbatasnya anggaran dan mangkraknya infrastuktur serta munculnya pelemahan – pelemahan ekonomi dari masyarakat bawah hingga masyarakat menengah – keatas dalam hal ini para ASN. Dampak – dampak ini bermunculan karena acuhnya penguasa dari ramalan – ramalan riset yang telah disusun dengan rapi yang telah mengeluarkan dana yang tidak sedikit, apatisnya para aparatur dari tanggungjawab yang diemban dan pragmatisnya cara pandang tentang pembangunan.


Semua perkara diatas muncul dari moralitas para steak holder, pembenahan diri untuk lebih baik adalah satu – satunya harapan agar diperiodesasi suatu rezim meninggalkan prestsi yang langsung mengena di hati rakyat dengan menerapkan sistem berkeadilan yang sebenarnya yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya (proporsional)

Thursday, February 16, 2017

BERTUHAN PADA HAWA NAFSU


Kegelisahan yang timbul dalam pengamatan didalam kehidupan kita sehari – hari tentunya dipandang perlu agar tema ini di kemukan, yang dimana pada saat ini muncul berbagai polemik tentang kehidupan ber-Agama/ber-Tuhan yang semuanya mempunyai penafsiran berbeda – beda.

Kemerosotan pada nilai ketuhanan akan menjadi bias ketika kita menganggap Tuhan sebagai menifestasi utuh dari diri kita dan tidak meniscayakan hadirnya kelompok lain yang berbeda pandang dari kita dengan berlandaskan pada firman – firman Tuhan yang bahkan kita sendiri masih sedikit pengetahuan untuk menafsirkannya. Padahal, Ilmu Tuhan sangatlah luas, tak terjangkau oleh kita sebagai ciptaanya dan dimana Tuhan telah mengutus/menunjuk hamba – hamba-Nya yang terpilih untuk menjadi juru bicara-Nya dimuka bumi ini. Tentunya segala sesuatu termasuk penunjukkan orang – orang terpilih tersebut bukan tanpa perhitungan, melainkan adanya pengetahuan – pengetahuan yang makhluk sendiri tidak memahami maksud dan tujuan Tuhan.

Saat ini banyak dikalangan kita yang melupakan salah satu bagian dari diri kita sendiri yaitu Nafsu. Nafsu dipandang fatamorgana yang berterbangan dilangit yang biru, amat banyak menghias angkasa, nafsu bahkan dipandang tidak ada saat hati menjadi keras diselimuti oleh awan gelap. Keberadaan nafsu memang sulit untuk dijelaskan dengan kata – kata namun kehadirannya nyata dikeseharian kita. Inilah fitrah yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Anda, saya dan seluruh manusia dipenjuru dunia pastinya pernah merasakan emosional dengan berbagai perkara yang dimiliki, pernah merasakan berkeinginan akan sesuatu secara berlebih – lebihan, baik itu bersifat materil maupun keinginan secara inmateril.

Kita akan bergeser kejurang yang curam ketika kita tidak melakukan pembenahan diri dalam meyakini Tuhan yang sebenarnya. Kadang diri kita membatasi eksistensi keagungan tuhan didalam dengan menganggap bahwa tuhan hanya berada di tempat – tempat ibadah saja, kadang pula ada pandangan yang secara fulgar mengajak para konstituennya dengan atas nama Tuhan untuk melakukan sebuah gerakan – gerakan politik dengan mengedepankan emosional dibanding logical practice atau bebabi buta tanpa mengedepankan norma agama sebagai ujung tombaknya. Dalam biasnya fenomena yang muncul ini sudah selayaknya kita tetap bersikap tenang dalam menghadapinya, karena dimana tekanan jiwa atau was was didalam diri kita muncul maka disitulah setan mulai merasuk didalam diri kita dan membuat kita kehilangan kesadaran diri. Lalu apakah ini yang dinamakan ber Tuhan?

Tidak, inilah yang dinamakan ber Tuhan pada hawa nafsu, ketika hidangan – hidangan yang menggoda dimeja makan kita tersedia maka dengan seksama ada rasa atau bisikan – bisikan tajam yang mengajak kita untuk melahapnya, ketika tawaran – tawaran akan emas dan sejenisnya terhampar didepan mata kita maka muncul pula rasa ingin memilika tanpa mengerti kejelasan peruntukannya, ketika iming – iming kekuasaan dan jabatan mulai diketik dimeja kerja kita maka hadirlah sifat utuk menempati posisi yang tinggi tanpa melihat kondisi diri dan tanggungjawab yang tanggungnya.

Bisikan yang rakus, labilnya jiwa, kesombongan yang mengelora dan tak terkontrolnya diri adalah bentuk penafikkan terhadap Tuhan yang Maha segala – galanya. Maka sudah selayaknya bagi kita sebagai manusia yang fana berusaha mendekat dan menghadirkan Tuhan didalam diri kita disetiap tempat dan aktifitas yang kita lakukan, mematuhi segala bentuk Aturan yang telah ditetapkan dan dicontohkan secara jelas oleh-Nya melalui utusan – utusan-Nya yang telah dipercaya. Jangan jadikan Tuhan hanya sebagai kedok bagi kita untuk membenarkan apa yang kita lakukan.

Semoga Tuhan menjaga kita semua....


Wednesday, February 1, 2017

Dewasa Bersosial Media


Seiring berkembangnya informasi dan teknologi, manusia dimanjakan dengan media sosial seperti Fecebook, Twitter, Instagram, path dan lain – lain yang tujuan sebenarnya adalah untuk bersosialisasi, mengenal manusia satu dengan berbagai manusia dipenjuru dunia, menggapai berbagai macam informasi, mencari ilmu pengetahuan dan menjadi sarana hiburan ditengah kehidupan yang melelahkan.
Kecanggihan dari dampak globalisasi ini mampu membuat ruang baru bagi aktifitas manusia yang kerap disapa dengan sebutan “Dunia Maya”. Dengan berbagai macam informasi yang kita dapatkan semenjak lahir bisa terakumulasi dan terkoneksi dari berbagaimacam pendapat yang mempengaruhi alam bawah sadar kita sehingga kadang melakukan bentuk penghukuman (justifikasi) terhadap fenomena yang muncul di dunia nyata.
Sebagai penggiat sosmnd (sosial media) anda pasti pernah terpancing dengan sebuah judul berita yang dibagikan oleh teman anda dan setelah itu anda memberi tanggapan menurut perspektif sesuai informasi atau pengetahuan yang telah anda dapatkan. Contoh mengenai kasus – kasus yang mengangkat tentang persoalan kesukuan, agama sampai persoalan sekte – sekte yang beraneka ragam dihamparkan diruang maya ini pastilah menggelitik untuk diberi tanggapan dan dengan tanggapan itu akan berpengaruh pada kejiwaan yang terpuaskan untuk sesaat.
Bagi sebagian besar masyarakat memaknai bahwa internet dan sosmed adalah sumber pengetahuan yang bisa dipercaya tanpa menyaring informasi – informasi yang berkembang sehingga terikut dengan alur provokasi kebencian yang mendatangkan gejolak emosi didalam diri.  Adapula dikalangan kita yang mempunyai hobby berdiskusi dan melakukan pertentangan dengan pendapat orang lain atau media yang menyebarkan wacana.
Belakangan ini muncul di dunia nyata tentang penolakan kelompok satu dengan kelompok lain, muncul pula diskusi saling ejek mengejek antara anak – anak TK dengan anak – anak TK yang lainnya, putusnya tali persahabatan kekeluargaan bahkan kemanusiaan. Semua itu dipicu oleh informasi yang sepotong – sepotong lalu didramatisir menjadi kebenaran mutlak. Munculnya rasa curinga dengan istilah “jangan – jangan” dia atau orang itu benar seperti itu, padahal bisa saja dia khilaf dan hanya sebuah tulisan amarah untuk memuaskan batin, finally dampak dari hal itu membentuk pola fikir masyarakat (dalam hal ini penggiat sosmed) menjadi negative thinking dan apabila prilaku ini berkembang kepada masyarakat keseluruhan maka tunailah sudah visi misi setan untuk menghancurkan moralitas kita.
Reader sekalian perlu kita mengingatkan kembali bahwa sosial media hanyah fasilitas bagi kita untuk mengakes atau mebagikan informasi bukan sebagai satu – satunya sumber kebenaran dan mudah menebarkan informasi yang kita sendiri belum mengetahui kebenarannya. Selain itu perlu bagi kita untuk menebarkan fatrah dari kita sebagai manusia berupa informasi yang berupa kebenaran dari berbagai sisi, pengetahuan yang mendalam,   tayangan – tayangan yang mendidik dan menghilangkan penghinaan terhadap sesama manusia.
Saat ini marilah kita memulai untuk berfikir jangka panjang akan apa yang kita lakukan, sekali lagi saya sampaikan jangan terpancing dengan akun abal – abal yang digerakkan oleh musuh – musuh kemanusiaan guna membuat cheos antar sesama kita sehingga kita melupakan hal – hal  prioritas yang harus kita kerjakan, dimana kita mempunyai tanggungjawab akan hal itu. Ingatkah ketika kita memberikan komentar dan membagikan sesuatu hal yang bernada perpecahan, apakah permasalahan itu telah selesai ? ataukan kita membuat persoalan baru.  Saya meyakini kita sema umat beragama dan pasti mempunyai ajaran yang melarang perbuatan – perbuatan yang negatif, pasti kita semua bisa membedakan antara perbuatan baik dan buruk, maka apabila kita melakukan perbuatan buruk sesuai dengan kehendak kita disitulah kita menjadi manusia yang berfahaman sekuler.

Akhirnya kita akan memandang dengan elok ketika sosial media dihamparkan dengan sesuatu yang bernilai positif, saling memahamkan dengan bahasa yang santun dan bergembira dengan candan yang tidak menjatuhkan. Inilah yang dinamakan dengan kedewasaan adalam bersosial media dengan menjadikan pengendalian diri kearah positif sebagai kuncinya.