Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai keterkaitan antara
satu dengan yang lainnya, hal ini dilandasi dari berbagai macam faktor salah
satunya adalah faktor kebutuhan, kebutuhan pun terdiri dari berbagai macam
tingkatan yang sering disebut kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari tentunya manusia mau tidak
mau pasti melakukan upaya yang melibatkan orang lain sehingga bisa menghasilkan
apa yang ingin dia raih tersebut. Dengan keterlibatan orang lain yang saling
membutuhkan inilah melahirkan berbagai macam transaksi sehingga hadirlah tempat
transaksi yang disebut dengan pasar.
Secara umum kita telah memahami pasar dan proses tata kelolanya
karena hal ini adalah naluri manusia untuk berserikat dan mencari kebutuhan serta
memenuhi kebutuhan orang lain. Pasar tempat banyaknya manusia menggantungkan
kehidupannya sehari – hari
Anda pasti pernah melihat para pedagang sudah melakukan
pekerjaannya di waktu yang sangat dini bahkan ada yang membawa anak – anaknya untuk
beraktifitas, anda mungkin pernah merasakan bagaimana melakukan transaksi
dengan menekan harga sayur semurah mungkin sehingga para pedagang tidak
mendapatkan untung dari kerja kerasnya, anda pasti bisa membayangkan bagaimana
kondisi kejiwaan mereka yang berada dalam pusaran harapan – harapan akan hadirnya para pembeli.
Di posisi lain kita juga pernah melihat dan mungkin kita menjadi
korban akan kecurangan yang dilakukan oleh para pedagang, ditipu dengan bumbu –
bumbu kebohongan agar kita lekas membeli barang yang dijual, pernah mendapatkan
barang yang tidak sesuai dengan apa yang ada dibenak kita dari hasil rethorika
para pedagang.
Di sisi yang lain lagi ada sebuah sistem atau jejaring – jejaring
yang sangat merugikan dari kedua belah pihak
(antara pedagang dan pembeli) yaitu adalah kebijakan dan pemegang
kebijakan itu sendiri.
Persoalan ini tidak akan bisa diurai dan ditenun hingga rapi
ketika masih muncul praktik – praktik kecurangan dielit pengelola pasar yang
menghilangkan keadilan sosial dan keadilan ekonomi, sebagai mediator dalam hal
ini Pimpinan Daerah atau Pemerintah akan timpang ketika tak mampu untuk tegas
dalam menjalankan aturan. Proses berjalannya aturan akan menjadi “runyam”
apabila tidak bisa diimbangi oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas dan
memiliki niat yang tulus tanpa ada moti
memperkaya pribadi atau kelompoknya.
Perbedaan pendapat antara para pedagang yang merasa tidak
mendapatkan keadilan dari pemerintah adalah sesuatu yang wajar, pemerintah
harus membuka ruang kesepemahaman agar tiada hati yang terluka karena sakitnya
orang teraniaya membahayakan penguasa. Mungkin inilah yang dimaksud dengan hak
rakyat untuk sejahtera.
Pembangunan yang berkelanjutan di sektor pasar adalah sesuatu yang
sangat sulit untuk diorganisir karena banyaknya latarbelakang pelakunya,
membludaknya manusia yang terlibat, massifnya tekanan jiwa diarea sana dan
buyarnya wacana – wacana yang menyangkut hajat manusia.
Dari sekian persoalan diatas akan lebih memudahkan
jika pengelolaan pasar berlandaskan dengan pandangan akademis, haruslah
menggunakan penelitian yang obyektif, melihat dari berbagai aspek, baik tata
letak hingga kemudahan bertransaksi, bukan untuk semata – mata menyenangkan hati
pemegang kebijakan. Hal ini sangatlah penting jika dilaksanakan baik dari sisi
keberlanjutan politik penguasa ataupun keberlanjutan perjalanan ekonomi daerah.
Sistemnya haruslah berkesinambungan dengan mengesampingkan penghargaan –
penghargaan yang fana tanpa orientasi pembangunan yang jelas, haruslah bersabar
dari tawaran – tawaran kepentinggan yang membelokkan visi yang sebenarnya.
Konsistensi akan realisasi dari visi yang telah dirumuskan secara
akademis di RPJMD haruslah terlaksana dengan menghilangkan perasaan para
konsituen yang menginginkan jatah yang berlebih. Pemimpin tentunya harus bisa
memberikan penjelasan serta tindakan yang tepat dalam mengorganisir timnya
sendiri karena ketika memperturuti hawa nafsu atau keperluan semua tim maka
tidak akan ada habis – habisnya walau jumlahnya sebesar gunungan emas.
Cepatnya perubahan keinginan untuk membangun tanpa melihat kondisi
nyata akan menjadi bumerang rezim penguasa karena akan terjadinya perlambatan
pembangunan, terbatasnya anggaran dan mangkraknya infrastuktur serta munculnya
pelemahan – pelemahan ekonomi dari masyarakat bawah hingga masyarakat menengah –
keatas dalam hal ini para ASN. Dampak – dampak ini bermunculan karena acuhnya
penguasa dari ramalan – ramalan riset yang telah disusun dengan rapi yang telah
mengeluarkan dana yang tidak sedikit, apatisnya para aparatur dari
tanggungjawab yang diemban dan pragmatisnya cara pandang tentang pembangunan.
Semua perkara diatas muncul dari moralitas para steak holder,
pembenahan diri untuk lebih baik adalah satu – satunya harapan agar
diperiodesasi suatu rezim meninggalkan prestsi yang langsung mengena di hati
rakyat dengan menerapkan sistem berkeadilan yang sebenarnya yaitu menempatkan
sesuatu pada tempatnya (proporsional)