Kegelisahan yang timbul dalam pengamatan
didalam kehidupan kita sehari – hari tentunya dipandang perlu agar tema ini di
kemukan, yang dimana pada saat ini muncul berbagai polemik tentang kehidupan
ber-Agama/ber-Tuhan yang semuanya mempunyai penafsiran berbeda – beda.
Kemerosotan pada nilai ketuhanan akan menjadi
bias ketika kita menganggap Tuhan sebagai menifestasi utuh dari diri kita dan
tidak meniscayakan hadirnya kelompok lain yang berbeda pandang dari kita dengan
berlandaskan pada firman – firman Tuhan yang bahkan kita sendiri masih sedikit
pengetahuan untuk menafsirkannya. Padahal, Ilmu Tuhan sangatlah luas, tak
terjangkau oleh kita sebagai ciptaanya dan dimana Tuhan telah mengutus/menunjuk
hamba – hamba-Nya yang terpilih untuk menjadi juru bicara-Nya dimuka bumi ini. Tentunya
segala sesuatu termasuk penunjukkan orang – orang terpilih tersebut bukan tanpa
perhitungan, melainkan adanya pengetahuan – pengetahuan yang makhluk sendiri
tidak memahami maksud dan tujuan Tuhan.
Saat ini banyak dikalangan kita yang
melupakan salah satu bagian dari diri kita sendiri yaitu Nafsu. Nafsu dipandang
fatamorgana yang berterbangan dilangit yang biru, amat banyak menghias angkasa,
nafsu bahkan dipandang tidak ada saat hati menjadi keras diselimuti oleh awan
gelap. Keberadaan nafsu memang sulit untuk dijelaskan dengan kata – kata namun
kehadirannya nyata dikeseharian kita. Inilah fitrah yang telah diberikan Tuhan
kepada kita. Anda, saya dan seluruh manusia dipenjuru dunia pastinya pernah
merasakan emosional dengan berbagai perkara yang dimiliki, pernah merasakan
berkeinginan akan sesuatu secara berlebih – lebihan, baik itu bersifat materil
maupun keinginan secara inmateril.
Kita akan bergeser kejurang yang curam ketika
kita tidak melakukan pembenahan diri dalam meyakini Tuhan yang sebenarnya. Kadang
diri kita membatasi eksistensi keagungan tuhan didalam dengan menganggap bahwa tuhan
hanya berada di tempat – tempat ibadah saja, kadang pula ada pandangan yang
secara fulgar mengajak para konstituennya dengan atas nama Tuhan untuk
melakukan sebuah gerakan – gerakan politik dengan mengedepankan emosional
dibanding logical practice atau bebabi buta tanpa mengedepankan norma agama
sebagai ujung tombaknya. Dalam biasnya fenomena yang muncul ini sudah
selayaknya kita tetap bersikap tenang dalam menghadapinya, karena dimana
tekanan jiwa atau was was didalam diri kita muncul maka disitulah setan mulai
merasuk didalam diri kita dan membuat kita kehilangan kesadaran diri. Lalu apakah
ini yang dinamakan ber Tuhan?
Tidak, inilah yang dinamakan ber Tuhan pada
hawa nafsu, ketika hidangan – hidangan yang menggoda dimeja makan kita tersedia
maka dengan seksama ada rasa atau bisikan – bisikan tajam yang mengajak kita
untuk melahapnya, ketika tawaran – tawaran akan emas dan sejenisnya terhampar
didepan mata kita maka muncul pula rasa ingin memilika tanpa mengerti kejelasan
peruntukannya, ketika iming – iming kekuasaan dan jabatan mulai diketik dimeja
kerja kita maka hadirlah sifat utuk menempati posisi yang tinggi tanpa melihat
kondisi diri dan tanggungjawab yang tanggungnya.
Bisikan yang rakus, labilnya jiwa,
kesombongan yang mengelora dan tak terkontrolnya diri adalah bentuk penafikkan
terhadap Tuhan yang Maha segala – galanya. Maka sudah selayaknya bagi kita
sebagai manusia yang fana berusaha mendekat dan menghadirkan Tuhan didalam diri
kita disetiap tempat dan aktifitas yang kita lakukan, mematuhi segala bentuk
Aturan yang telah ditetapkan dan dicontohkan secara jelas oleh-Nya melalui
utusan – utusan-Nya yang telah dipercaya. Jangan jadikan Tuhan hanya sebagai
kedok bagi kita untuk membenarkan apa yang kita lakukan.
Semoga Tuhan menjaga kita semua....
No comments:
Post a Comment