Thursday, February 16, 2017

BERTUHAN PADA HAWA NAFSU


Kegelisahan yang timbul dalam pengamatan didalam kehidupan kita sehari – hari tentunya dipandang perlu agar tema ini di kemukan, yang dimana pada saat ini muncul berbagai polemik tentang kehidupan ber-Agama/ber-Tuhan yang semuanya mempunyai penafsiran berbeda – beda.

Kemerosotan pada nilai ketuhanan akan menjadi bias ketika kita menganggap Tuhan sebagai menifestasi utuh dari diri kita dan tidak meniscayakan hadirnya kelompok lain yang berbeda pandang dari kita dengan berlandaskan pada firman – firman Tuhan yang bahkan kita sendiri masih sedikit pengetahuan untuk menafsirkannya. Padahal, Ilmu Tuhan sangatlah luas, tak terjangkau oleh kita sebagai ciptaanya dan dimana Tuhan telah mengutus/menunjuk hamba – hamba-Nya yang terpilih untuk menjadi juru bicara-Nya dimuka bumi ini. Tentunya segala sesuatu termasuk penunjukkan orang – orang terpilih tersebut bukan tanpa perhitungan, melainkan adanya pengetahuan – pengetahuan yang makhluk sendiri tidak memahami maksud dan tujuan Tuhan.

Saat ini banyak dikalangan kita yang melupakan salah satu bagian dari diri kita sendiri yaitu Nafsu. Nafsu dipandang fatamorgana yang berterbangan dilangit yang biru, amat banyak menghias angkasa, nafsu bahkan dipandang tidak ada saat hati menjadi keras diselimuti oleh awan gelap. Keberadaan nafsu memang sulit untuk dijelaskan dengan kata – kata namun kehadirannya nyata dikeseharian kita. Inilah fitrah yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Anda, saya dan seluruh manusia dipenjuru dunia pastinya pernah merasakan emosional dengan berbagai perkara yang dimiliki, pernah merasakan berkeinginan akan sesuatu secara berlebih – lebihan, baik itu bersifat materil maupun keinginan secara inmateril.

Kita akan bergeser kejurang yang curam ketika kita tidak melakukan pembenahan diri dalam meyakini Tuhan yang sebenarnya. Kadang diri kita membatasi eksistensi keagungan tuhan didalam dengan menganggap bahwa tuhan hanya berada di tempat – tempat ibadah saja, kadang pula ada pandangan yang secara fulgar mengajak para konstituennya dengan atas nama Tuhan untuk melakukan sebuah gerakan – gerakan politik dengan mengedepankan emosional dibanding logical practice atau bebabi buta tanpa mengedepankan norma agama sebagai ujung tombaknya. Dalam biasnya fenomena yang muncul ini sudah selayaknya kita tetap bersikap tenang dalam menghadapinya, karena dimana tekanan jiwa atau was was didalam diri kita muncul maka disitulah setan mulai merasuk didalam diri kita dan membuat kita kehilangan kesadaran diri. Lalu apakah ini yang dinamakan ber Tuhan?

Tidak, inilah yang dinamakan ber Tuhan pada hawa nafsu, ketika hidangan – hidangan yang menggoda dimeja makan kita tersedia maka dengan seksama ada rasa atau bisikan – bisikan tajam yang mengajak kita untuk melahapnya, ketika tawaran – tawaran akan emas dan sejenisnya terhampar didepan mata kita maka muncul pula rasa ingin memilika tanpa mengerti kejelasan peruntukannya, ketika iming – iming kekuasaan dan jabatan mulai diketik dimeja kerja kita maka hadirlah sifat utuk menempati posisi yang tinggi tanpa melihat kondisi diri dan tanggungjawab yang tanggungnya.

Bisikan yang rakus, labilnya jiwa, kesombongan yang mengelora dan tak terkontrolnya diri adalah bentuk penafikkan terhadap Tuhan yang Maha segala – galanya. Maka sudah selayaknya bagi kita sebagai manusia yang fana berusaha mendekat dan menghadirkan Tuhan didalam diri kita disetiap tempat dan aktifitas yang kita lakukan, mematuhi segala bentuk Aturan yang telah ditetapkan dan dicontohkan secara jelas oleh-Nya melalui utusan – utusan-Nya yang telah dipercaya. Jangan jadikan Tuhan hanya sebagai kedok bagi kita untuk membenarkan apa yang kita lakukan.

Semoga Tuhan menjaga kita semua....


No comments:

Post a Comment