Thursday, March 9, 2017

Hamba Yang Merdeka

Pandangan kali ini pastinya akan membicarakan manusia dimana setiap manusia pasti mmpunyai berbagai keterikatan antara satu dengan yang lainnya, lebih dalamnya lagi adalah keterikatan antara manusia dengan sang pencipta. Manusia diperhadapkan pada pilihan – pilihan yang diamana dengan akalnya manusia diberikan kebebasan melakukan apa yang menjadi keinginannya.

Dalam perjalanan sejarah manusia jika kita memperhatikan dengan seksama maka kita akan banyak menemukan gaya hidup manusia hingga kita pernah mendengar sebuah sistm yang disebut sistem perbudakan dimana manusia yang mempunyai kekuatan dan harta yang banyak bisa memiliki atau membeli manusia sebagai pelayannya. Sistem perbudakan sangat mengeksploitasi manusia/budak sebagai buruh yang tak bergaji, asisten rumah tangga yang tak mendapatkan imbalan, seorang budak pada waktu itu tak mmpunyai harapan dan cita – cita untuk membangun kehidupan karena wajib mengabdikan dirinya kepada Tuannya. Kemerdekaan bagi budak adalah sesuatu hal yang langka, mereka  ditempatkan pada kelas terbawah kehidupan manusia

Dalam lingkup lain sejarah manusia terutapa pada abad ke- 18 dan 19 setelah perang dunia ke II terdapat Negara – negara arogan yang menganggap suatu kelompok, suku atau bangsa adalah sebagai budak dan mereka menjajahnya, dengan powerfull yang dimiliki mereka memerintah masyarakat lemah untuk bekerja demi mengenyangkan perut dan melayani kelompok mereka, mereka yang congkak dengan identitas sebagai kolonial menindas kaum lemah yang hidup damai di Negaranya, mereka memperlakukan manusia tidak lagi sebagi manusia melaikan seperti indukan sapi yang diperas susunya, kuda yang ditunggangi dan seperti kerbau yang menggarap tanah di sawah.

Penjajahan adalah sejarah kelam bagi setiap kehidupan manusia dari era ke era, disanalah kita mulai dan harus mengingat unsur – unsur atau alasan – alasan dari keterjajahan sehingga lahirnya kedzholiman secara sistematis. Penjajahan hadir selain karena adanya penjajah dan yang dijajah juga dikarnakan masifnya mentalitas manja dan penakut dari segenap masyarakat yang menjual dirinya atas nama bangsanya/kelompoknya, mereka seolah – olah kuat dikomunitasnya namun rapuh ketika berhadapan dengan kelompok yang diluar komunitasnya, orang – orang mengistilahkan dengan sebutan “jago kandang”. Salah satu alasan lain yang sangat berpengaruh dibalik terjajahnya suatu kaum adalah Lemahnya SDM kaum tersebut, ketertutupan dengan dunia luar membuat mereka tidak mengerti kekuatan kaum arogan sehingga mereka syok ketika tiba – tiba penjajah datang dan merampas haknya.
Bagaimana kita saat ini ?

Saya tidak menakwilkan kemerdekaan dengan pondasi kebebasan dengan sebebas – bebasnya karena sudah jelas kebebasan seperti itu utopis  dan tanpa arah yang kongkrit, kebebasan seperti itu seperti bebasnya binatang buas yang telah terlepas dari kandangnya dan siap menerkam kebebasan orang yang lemah. Kemerdekaan yang dimaksud disini adalah kemerdekan yang tersusun dan tersistem secara rapi dngan memahami aturan – aturan dari prinsip – prinsip kebenaran universal dengan memperhatikan hak diri dan orang lain untuk hidup dalam keselarasan, Namun, diatas perinsip – prinsip itu adalah prinsip kebenaran dalam garis ke Tuhanan.

Bagi kita yang telah terjerembab dan tak menyadari posisi kita antara merdeka atau tidak, maka ada beberapa langkah yang bisa dipetik

Pertama, Berfikir.
Untuk memulai sebuah kemerdekaan yang masif didalam diri dan lingkungan maka yang harus diaplikasikan terlebih dahulu adalah kemerdekaan berfikir, karena dengan merdekanya fikiran kita dan lepasnya kita dari ketergantungan secara otomatis membuat hadirnya jiwa/diri kita dalam bersikap terhadap fenomena – fenomena yang ada. Banyak cara yang bisa kita jadikan pegangan dalam mewujudkan kemerdekaan berfikir ini diantaranya dengan melakukan berbagai aktifitas belajar, dimulai dari menyadari akan berbagai kelemahan kita yang membuat kita tergantung, selalu membuka wawasan terhadap persoalan – persoalan baru dan berusaha untuk mencarikan solusinya, melepaskan cara berfikir materialis karena kita semua telah mengetahui sifat dari materi yang selalu berubah – ubah, tidak konsisten dan tentunya akan menjatuhkan nilai dari akal kita.

Sederhananya kemerdekaan berfikir yang dimaksud adalah mempunyai pandangan tersediri yang bukan hanya bersifat egoisme belaka dan jika ada kesamaan dengan pendapat orang lain maka dengan sedirinya kemerdekan ini melebur diranah yang lebih univresal.

Kedua, Kehormatan.
Menjaga kehormatan berbeda dari egoisme yang tak berdasar, bereda jauh antara orang yang mencari nafkah dengan bekerja sesuai untuk memenuhi kehidupan orang yang ditanggungnya dengan orang yang rela tak melakukan apa – apa karena hanya urusan tidak mau untuk menjadi bawahan, sangat siginifikan bedanya antara orang yang menuntut haknya karena telah melaksanakan kewajiban dengan orang yang mengemis banyak hak dengan meninggalkan tanggungjawab yang diembannya.
Modal terbesar yang dimiliki manusia adalah kehormatannya tanpa itu maka manusia akan kehilangan kualitas kemanusiaanya. Siapapun didunia ini tidak menginginkan kehormatannya di injak – injak karena hal itu sudah menjadi fitrah manusia. Namun sayangnya banyak sekali diantara kita menggadaikan kehormatan demi mengejar omong kosong duniawi, atas nama globalisasi mengubah pandangannya untuk menjadi hedonis, modern, kekinian dan bermewah – mewahan sehingga untuk memenuhi kebutuhan itu dia mengemis melakukan pinjaman bahkan menghalalkan segala baik dengan berbohong, korupsi dan lain sebagainya.

Terjerembab dalam lobang kehinaan adalah aib bersejarah yang dimiliki manusia dimana orang – orang yang ada disekelilingnya akan melakukan sebah penilaian yng diskriminatif bahkan orang setelahnya akan mengingat apa yang ia kerjakan. Kelamnya perbuatan ini akan berpengaruh pada psikologi orang terdekat kita terhadap kita dan orang lain. maka cara yang tepat untuk menghilangkan noda hitam ini adalah dengan tidak mengulaingnya dan terus melakukan perbuatan baik sebagaimana kata – kata bijak “perbuatan baik, menghilangkan perbuatan buruk”.

Ketiga, Revolusioner
Belajar dari para pendahulu di setiap negara atau bangsa yang namanya hingga kini terus dikenang, dimana orang – orang menyebut mereka sebagai revolusioner. Mereka melakukan sebuah perubahan yang sangat berefek besar bagi kehidupan manusia dengan melakukan perlawanan ditengah keterjajahan yang dialaminya, ketika orang – orang sudah berputus asa dari harapan dan cita – cita, mereka terus bangkit walau nyawa sebagai taruhannya, ketika mayoritas  manusia sudah bertekuk lutut tanpa daya dan upaya maka mereka meyakini kemenangan akan tiba. Inilah sebuah paradigma revolusioner yang dibangun.

Di kala ini banyak sekali orang – orang latah mengungkapkan kata revolusi dalam kehidupan sehri -  hari dan tidak sedikit orang yang meremehkan dengan menjadikan kata revolusi hanyalah sebagai wacana. Revolusi dipandangan mereka hanyalah kata – kata kuno yang tak pantas diungkapkan serta didengarkan di era modern  ini, revolusi menjadi asing didalam sanubari para generasi penikmat kemerdekaan.

Revolusi adalah perubahan secara total dalam suatu bangsa untuk merdeka dari belenggu kaum tiran dan buah dari bangkitnya kaum tertidas yang dimana perubahan yang saat ini kita dapatkan belumlah secara total karena masih banyak tangan – tangan penjahan yang mencengkram bangsa kita dan bangsa – bangsa lainnya. Maka bisa kita simpulkan bahwa revolusi belum selesai !

Perubahan medan pertempuran melawan kaum arogansi dunia kadang membuat kita mengabaikan langkah untuk melawan dengan selalu berada di zona aman, berleha – leha dalam bertindak sehingga cahaya revolusi kian meredup didalam diri kita. Serangan – serangan ini mulai terasa ketika orang – orang mulai tersadarkan tentang berubahnya moralitas generasi kekinian dengan sangat pesat, lancangnya anak muda kepada orang tua, maraknya perbuatan zina, mengguritanya jejaring narkoba, kotornya tingkah laku para penguasa, dan hilangnya rasa cinta anak bangsa kepada negaranya. Serangan ini bertubi –tubi terus digencarkan namun tak semua dari kita melawan bahkan dengan suka cita menikmatinya. Penyerangan senyap ini memabukkan dan mematikan logika kita sehingga kita terperdaya dengan khayalan – khayalan manja, sebagian besar dari kita telah terperangkap dan enggan untuk keluar dari penjara kesenangan dunia yang imitasi ini.

Kobaran api revolusi dikalangan pemuda dan segenap elementasi anak bangsa haruslah terus menyala, bersinar dalam ruang hampa yang gelap gulita menjadi bercahaya, sebab soft war masih terus berjalan dan hanya spirit ini yang bisa mengalahkannya, api ini akan terus menghantarkan kehangatan bagi orang – orang disekitarnya, penyadaran – demi penyadaran niscaya akan bermunculan ketika cahaya sang fajar revolusi telah membias untuk semua. Tentunya hal ini tidak akan terwujud jika kita hanya berdiam diri dan tidak melakukan daya dan upaya untuk mencapainya dengan seksama, menunggu orang lain adalah tidakan yang  terbelakang dan primitif, walau sangat diperlukan hadirnya para penyambut obor revolusi ini.
Yang tak kalah penting dalam pembahasan ini adalah penjawantahan revolusi dalam kehidupan sehari – hari dimana sebagai penulis catatan kecil ini, saya memberikan kebebasan para pembaca untuk menafsirkan sendiri  sesuai dengan kemampuan dan bidangnya yang pastinya konsep revolusi tidaklah “one man show”.

Menajadi hamba yang merdeka tidaklah mudah karena pasti banyak mengalami rintangan – rintangan dan cobaan – cobaan terutama perlawanan tehadap diri sendiri, karena musuh terbesar  manusia adalah dirinya sendiri. Ketika dia telah mampu mengontrol dirinya yang liar maka dengan mudah ia untuk mengatur urusan – urusan yang ada diluarnya. Dan tentunya dengan pengenalan dia terhadap dirinya maka dia akan banyak tahu banyak hal,dia akan mengetahui manusia – manusia yang selaras dengan tidakannya bahkan lebih utama dari dirinya, dan bertahap dia mengenali Tuhannya dengan sebenar – benarnya pemahaman.

Inilah hamba yang merdeka ... 

No comments:

Post a Comment