Pandangan
kali ini pastinya akan membicarakan manusia dimana setiap manusia pasti
mmpunyai berbagai keterikatan antara satu dengan yang lainnya, lebih dalamnya
lagi adalah keterikatan antara manusia dengan sang pencipta. Manusia diperhadapkan
pada pilihan – pilihan yang diamana dengan akalnya manusia diberikan kebebasan
melakukan apa yang menjadi keinginannya.
Dalam
perjalanan sejarah manusia jika kita memperhatikan dengan seksama maka kita
akan banyak menemukan gaya hidup manusia hingga kita pernah mendengar sebuah
sistm yang disebut sistem perbudakan dimana manusia yang mempunyai kekuatan dan
harta yang banyak bisa memiliki atau membeli manusia sebagai pelayannya. Sistem
perbudakan sangat mengeksploitasi manusia/budak sebagai buruh yang tak bergaji,
asisten rumah tangga yang tak mendapatkan imbalan, seorang budak pada waktu itu
tak mmpunyai harapan dan cita – cita untuk membangun kehidupan karena wajib
mengabdikan dirinya kepada Tuannya. Kemerdekaan bagi budak adalah sesuatu hal yang
langka, mereka ditempatkan pada kelas
terbawah kehidupan manusia
Dalam
lingkup lain sejarah manusia terutapa pada abad ke- 18 dan 19 setelah perang
dunia ke II terdapat Negara – negara arogan yang menganggap suatu kelompok,
suku atau bangsa adalah sebagai budak dan mereka menjajahnya, dengan powerfull
yang dimiliki mereka memerintah masyarakat lemah untuk bekerja demi
mengenyangkan perut dan melayani kelompok mereka, mereka yang congkak dengan
identitas sebagai kolonial menindas kaum lemah yang hidup damai di Negaranya,
mereka memperlakukan manusia tidak lagi sebagi manusia melaikan seperti indukan
sapi yang diperas susunya, kuda yang ditunggangi dan seperti kerbau yang
menggarap tanah di sawah.
Penjajahan
adalah sejarah kelam bagi setiap kehidupan manusia dari era ke era, disanalah
kita mulai dan harus mengingat unsur – unsur atau alasan – alasan dari
keterjajahan sehingga lahirnya kedzholiman secara sistematis. Penjajahan hadir
selain karena adanya penjajah dan yang dijajah juga dikarnakan masifnya
mentalitas manja dan penakut dari segenap masyarakat yang menjual dirinya atas
nama bangsanya/kelompoknya, mereka seolah – olah kuat dikomunitasnya namun
rapuh ketika berhadapan dengan kelompok yang diluar komunitasnya, orang – orang
mengistilahkan dengan sebutan “jago kandang”. Salah satu alasan lain yang
sangat berpengaruh dibalik terjajahnya suatu kaum adalah Lemahnya SDM kaum
tersebut, ketertutupan dengan dunia luar membuat mereka tidak mengerti kekuatan
kaum arogan sehingga mereka syok ketika tiba – tiba penjajah datang dan
merampas haknya.
Bagaimana
kita saat ini ?
Saya tidak
menakwilkan kemerdekaan dengan pondasi kebebasan dengan sebebas – bebasnya
karena sudah jelas kebebasan seperti itu utopis dan tanpa arah yang kongkrit, kebebasan
seperti itu seperti bebasnya binatang buas yang telah terlepas dari kandangnya
dan siap menerkam kebebasan orang yang lemah. Kemerdekaan yang dimaksud disini
adalah kemerdekan yang tersusun dan tersistem secara rapi dngan memahami aturan
– aturan dari prinsip – prinsip kebenaran universal dengan memperhatikan hak
diri dan orang lain untuk hidup dalam keselarasan, Namun, diatas perinsip –
prinsip itu adalah prinsip kebenaran dalam garis ke Tuhanan.
Bagi kita
yang telah terjerembab dan tak menyadari posisi kita antara merdeka atau tidak,
maka ada beberapa langkah yang bisa dipetik
Pertama, Berfikir.
Untuk
memulai sebuah kemerdekaan yang masif didalam diri dan lingkungan maka yang
harus diaplikasikan terlebih dahulu adalah kemerdekaan berfikir, karena dengan
merdekanya fikiran kita dan lepasnya kita dari ketergantungan secara otomatis
membuat hadirnya jiwa/diri kita dalam bersikap terhadap fenomena – fenomena
yang ada. Banyak cara yang bisa kita jadikan pegangan dalam mewujudkan
kemerdekaan berfikir ini diantaranya dengan melakukan berbagai aktifitas
belajar, dimulai dari menyadari akan berbagai kelemahan kita yang membuat kita
tergantung, selalu membuka wawasan terhadap persoalan – persoalan baru dan
berusaha untuk mencarikan solusinya, melepaskan cara berfikir materialis karena
kita semua telah mengetahui sifat dari materi yang selalu berubah – ubah, tidak
konsisten dan tentunya akan menjatuhkan nilai dari akal kita.
Sederhananya
kemerdekaan berfikir yang dimaksud adalah mempunyai pandangan tersediri yang
bukan hanya bersifat egoisme belaka dan jika ada kesamaan dengan pendapat orang
lain maka dengan sedirinya kemerdekan ini melebur diranah yang lebih univresal.
Kedua, Kehormatan.
Menjaga
kehormatan berbeda dari egoisme yang tak berdasar, bereda jauh antara orang
yang mencari nafkah dengan bekerja sesuai untuk memenuhi kehidupan orang yang
ditanggungnya dengan orang yang rela tak melakukan apa – apa karena hanya
urusan tidak mau untuk menjadi bawahan, sangat siginifikan bedanya antara orang
yang menuntut haknya karena telah melaksanakan kewajiban dengan orang yang
mengemis banyak hak dengan meninggalkan tanggungjawab yang diembannya.
Modal
terbesar yang dimiliki manusia adalah kehormatannya tanpa itu maka manusia akan
kehilangan kualitas kemanusiaanya. Siapapun didunia ini tidak menginginkan
kehormatannya di injak – injak karena hal itu sudah menjadi fitrah manusia.
Namun sayangnya banyak sekali diantara kita menggadaikan kehormatan demi
mengejar omong kosong duniawi, atas nama globalisasi mengubah pandangannya
untuk menjadi hedonis, modern, kekinian dan bermewah – mewahan sehingga untuk
memenuhi kebutuhan itu dia mengemis melakukan pinjaman bahkan menghalalkan
segala baik dengan berbohong, korupsi dan lain sebagainya.
Terjerembab
dalam lobang kehinaan adalah aib bersejarah yang dimiliki manusia dimana orang
– orang yang ada disekelilingnya akan melakukan sebah penilaian yng diskriminatif
bahkan orang setelahnya akan mengingat apa yang ia kerjakan. Kelamnya perbuatan
ini akan berpengaruh pada psikologi orang terdekat kita terhadap kita dan orang
lain. maka cara yang tepat untuk menghilangkan noda hitam ini adalah dengan
tidak mengulaingnya dan terus melakukan perbuatan baik sebagaimana kata – kata
bijak “perbuatan baik, menghilangkan perbuatan buruk”.
Ketiga,
Revolusioner
Belajar dari
para pendahulu di setiap negara atau bangsa yang namanya hingga kini terus
dikenang, dimana orang – orang menyebut mereka sebagai revolusioner. Mereka
melakukan sebuah perubahan yang sangat berefek besar bagi kehidupan manusia
dengan melakukan perlawanan ditengah keterjajahan yang dialaminya, ketika orang
– orang sudah berputus asa dari harapan dan cita – cita, mereka terus bangkit
walau nyawa sebagai taruhannya, ketika mayoritas manusia sudah bertekuk lutut tanpa daya dan
upaya maka mereka meyakini kemenangan akan tiba. Inilah sebuah paradigma
revolusioner yang dibangun.
Di kala ini
banyak sekali orang – orang latah mengungkapkan kata revolusi dalam kehidupan
sehri - hari dan tidak sedikit orang
yang meremehkan dengan menjadikan kata revolusi hanyalah sebagai wacana. Revolusi
dipandangan mereka hanyalah kata – kata kuno yang tak pantas diungkapkan serta
didengarkan di era modern ini, revolusi
menjadi asing didalam sanubari para generasi penikmat kemerdekaan.
Revolusi
adalah perubahan secara total dalam suatu bangsa untuk merdeka dari belenggu
kaum tiran dan buah dari bangkitnya kaum tertidas yang dimana perubahan yang
saat ini kita dapatkan belumlah secara total karena masih banyak tangan –
tangan penjahan yang mencengkram bangsa kita dan bangsa – bangsa lainnya. Maka
bisa kita simpulkan bahwa revolusi belum selesai !
Perubahan
medan pertempuran melawan kaum arogansi dunia kadang membuat kita mengabaikan
langkah untuk melawan dengan selalu berada di zona aman, berleha – leha dalam
bertindak sehingga cahaya revolusi kian meredup didalam diri kita. Serangan –
serangan ini mulai terasa ketika orang – orang mulai tersadarkan tentang
berubahnya moralitas generasi kekinian dengan sangat pesat, lancangnya anak
muda kepada orang tua, maraknya perbuatan zina, mengguritanya jejaring narkoba,
kotornya tingkah laku para penguasa, dan hilangnya rasa cinta anak bangsa
kepada negaranya. Serangan ini bertubi –tubi terus digencarkan namun tak semua
dari kita melawan bahkan dengan suka cita menikmatinya. Penyerangan senyap ini
memabukkan dan mematikan logika kita sehingga kita terperdaya dengan khayalan –
khayalan manja, sebagian besar dari kita telah terperangkap dan enggan untuk
keluar dari penjara kesenangan dunia yang imitasi ini.
Kobaran api revolusi dikalangan pemuda dan
segenap elementasi anak bangsa haruslah terus menyala, bersinar dalam ruang
hampa yang gelap gulita menjadi bercahaya, sebab soft war masih terus berjalan
dan hanya spirit ini yang bisa mengalahkannya, api ini akan terus menghantarkan
kehangatan bagi orang – orang disekitarnya, penyadaran – demi penyadaran
niscaya akan bermunculan ketika cahaya sang fajar revolusi telah membias untuk
semua. Tentunya hal ini tidak akan terwujud jika kita hanya berdiam diri dan
tidak melakukan daya dan upaya untuk mencapainya dengan seksama, menunggu orang
lain adalah tidakan yang terbelakang dan
primitif, walau sangat diperlukan hadirnya para penyambut obor revolusi ini.
Yang tak kalah penting dalam pembahasan ini
adalah penjawantahan revolusi dalam kehidupan sehari – hari dimana sebagai
penulis catatan kecil ini, saya memberikan kebebasan para pembaca untuk
menafsirkan sendiri sesuai dengan
kemampuan dan bidangnya yang pastinya konsep revolusi tidaklah “one man show”.
Menajadi hamba yang merdeka tidaklah mudah
karena pasti banyak mengalami rintangan – rintangan dan cobaan – cobaan
terutama perlawanan tehadap diri sendiri, karena musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri. Ketika dia
telah mampu mengontrol dirinya yang liar maka dengan mudah ia untuk mengatur
urusan – urusan yang ada diluarnya. Dan tentunya dengan pengenalan dia terhadap
dirinya maka dia akan banyak tahu banyak hal,dia akan mengetahui manusia –
manusia yang selaras dengan tidakannya bahkan lebih utama dari dirinya, dan
bertahap dia mengenali Tuhannya dengan sebenar – benarnya pemahaman.
Inilah hamba yang merdeka ...